bagaimana selanjutnya bila lewat dari 10 tahun ?
Palu (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Kota Palu, Sulawesi Tengah memprotes jangka waktu huni pada hunian tetap (huntap) yang dibangun oleh Yayasan Budha Tzu Chi di Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore yang hanya berjangka 10 tahun.
"Salah satu poin dalam perjanjian disebutkan bahwa penyintas menempati huntap dalam jangka waktu 10 tahun. Ini bagaimana maksudnya ? apakah huntap yang dibangun oleh Budha Tzu Chi hanya ditempati sementara oleh penyintas dengan batas waktu tersebut, atau seperti apa ?," tanya Ketua Komisi Kesra dan Pemerintahan DPRD Palu Mutmainah Korona di Palu, Rabu.
Dalam naskah perjanjian penghunian kompleks rumah cinta kasih Tadulako Kota Palu, atau penghunian huntap di lokasi relokasi Kelurahan Tondo Kecamatan Mantikulore, Kota Palu yang dibangun oleh Yayasan Budha Tzu Chi, dalam pasal tiga waktu penghunian disebutkan bahwa "perjanjian penghunian dilakukan untuk jangka waktu 120 bulan terhitung sejak tanggal 11 Januari 2020 sampai dengan tanggal 11 Januari 2030.
Baca juga: Budha Tzu Chi akan bangun 1.500 huntap korban gempa di Sigi
Baca juga: DPRD minta Pemkot Palu selesaikan persoalan klaim lahan huntap Petobo
Mutmainah menegaskan, mestinya huntap yang dibangun bukan untuk ditempati sementara, tetapi harus ditempati selama-lamanya huntap tersebut.
Karena itu, dalam naskah perjanjian, kata Politisi NasDem itu bahwa harus ditegaskan bahwa penyintas menempati huntap tersebut selama-lamanya.
"Tetapi poin itu tidak ada dalam naskah perjanjian, yang ada adalah penyintas yang disebut sebagai pihak kedua menempati huntap dengan jangka waktu 10 tahun," ujarnya.
"Lantas bagaimana selanjutnya bila lewat dari 10 tahun ? ini harus diperjelas dalam naskah perjanjian," katanya.
Ia mempertanyakan apakah huntap yang dibangun murni untuk warga penyintas, ataukah hanya kontrak sementara waktu dengan waktu 10 tahun.
Baca juga: Wamen PUPR: 2.500 huntap di Pasigala harus rampung sebelum April 2020
Baca juga: Presiden: 1.500 huntap pengungsi Sulteng selesai sebelum Lebaran 2020
Dia juga menegaskan bahwa dalam naskah perjanjian juga harus dipertegas mengenai ayat dua pada pasal dua mengenai objek perjanjian.
Dimana ayat dua dalam pasal tersebut dinyatakan "Pihak kedua (penyintas) mengerti dan menerima dengan sepenuhnya bahwa hunian yang diberikan oleh pihak pertama kepada pihak kedua adalah bentuk pengalihan hak pemilikan atas unit rumah dan barang/benda yang ada di dalamnya.
"Di poin ini tidak diperjelas mengenai lahan yang ditempati atau dibangunkan huntap, mestinya di perjelas dengan lahannya," sebutnya.
Mutmainah mengaku akan menginisiasi pertemuan lintas komisi untuk menggelar rapat dengar pendapat membahas mengenai perjanjian tersebut, untuk memastikan segala sesuatunya.
Dia berjanji akan mempercepat terbentuknya pansus pengawasan, pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa, tsunami dan likuefaksi di Palu.
Pansus tersebut salah satu agenda utama yaitu membahas mengenai perjanjian antara penyintas dan Budha Tzu Chi. Hal itu agar komitmen kedua belah pihak berorientasi pada kepentingan penyintas.
Baca juga: AHA Center tinjau bantuan hunian tetap untuk pengungsi bencana Palu
Baca juga: Dua negara ASEAN bantu bangun hunian korban gempa Palu
Baca juga: Korban likuefaksi hibahkan tanah 120 hektare untuk pembangunan huntap
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020