Yogyakarta (ANTARA News) - Perusahaan yang tidak bersedia membayarkan upah buruh sesuai dengan standar Upah Minimum Provinsi (UMP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dapat dikenai sanksi sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
"Kami akan mengawasi pelaksanaan UMP 2009 nanti dengan ketat, dan jika ada perusahaan yang melanggar Keputusan Gubernur DIY NO.191/KEP/2008 tentang UMP ini akan segera diproses dan bisa diberikan sanksi," kata Kepala Bidang Perlindungan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta, Bambang Sutopo, Selasa.
Menurut dia, hingga saat ini pihaknya belum menerima keberatan yang diajukan kalangan pengusaha secara resmi terkait masalah UMP ini.
"Selama SK Gubernur belum diubah, atau belum turun aturan pengganti kami akan tetap melaksanakannya. Kami mengimbau pengusaha untuk konsisten melaksanakannya SK gubernur DIY tersebut," katanya.
Ia mengatakan, secara teknis dengan besaran UMP DIY Rp700 ribu pengusaha harus memberikan gaji pokok sebesar Rp525 ribu atau sebesar 75 persen dari UMP.
"Sisanya dapat dipenuhi dengan memberikan tunjangan tetap maksimal sebesar 25 persen dari UMP," katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, pengusaha diharapkan juga memberikan tunjangan tidak tetap kepada karyawan seperti tunjangan prestasi dan kehadiran.
"Jika ada perusahaan atau pengusaha yang melanggar SK Gubernur ini maka kami akan memberikan sanksi tegas sebagaimana diatur dalam UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan," katanya.
Bambang mengatakan, jika pengusaha membayar upah buruh dibawah ketentuan UMP dapat dikenakan sanksi berupa pidana kurungan selama satu hingga empat tahun dan denda antara Rp100 juta hingga Rp400 juta.
"Bagi pengusaha yang merasa keberatan silakan mengajukan surat keberatan, pengajuan ini kami tunggu hingga 10 hari sebelum pelaksanaan yakni 1 Januari 2009 mendatang," katanya.
Ia menambahkan, surat pengajuan penangguhan tersebut harus disertai naskah asli kesepakatan tertulis antara serikat pekerja dan perusahaan tentang kesediaan karyawan untuk penangguhan UMP.
"Perusahaan juga harus melampirkan neraca rugi/laba beserta penjelasannya selama dua tahun terakhir," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008