Bogor (ANTARA News) - Pemerintah perlu mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk meningkatkan likuiditas perbankan dan memperbaiki nilai tukar rupiah yang terpuruk akibat krisis keuangan global.

Menurut Chief Economist PT Danareksa (Persero) Purbaya Yudhi Sadewo, beberapa kebijakan krusial yang perlu dijalankan pemerintah antara lain blanket guarantee yang lebih besar, menurunkan suku bunga, dan mempercepat pencairan belanja APBN yang per Oktober 2008 masih ada sekitar Rp170 triliun, jauh di atas normal yang seharusnya tinggal Rp90 triliun.

"Kondisi sekarang, kita sudah dikepung. Negara-negara lain sebagian besar sudah mengeluarkan blanket guarantee (lebih besar)," kata Yudhi sembari menambahkan kebijakan untuk menjamin seluruh deposito di bank dan untuk melindungi instrumen financial lainnya itu, penting untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan investor terhadap perbankan dalam negeri.

Dengan blanket guarantee lebih besar, menurut Yudhi di Bogor Selasa, orang yang mempunyai dana di atas Rp2 miliar tidak dengan mudah memindahkan dananya ke luar negeri ketika terjadi goncangan.

"Rp2 miliar mungkin bagi sebuah perusahaan kecil, tetapi bagi pribadi itu besar," katanya.

Selain blanket guarantee, pemerintah perlu mempercepat pencairan belanja APBN 2008 untuk mendorong sektor riil atau dicairkan melalui bank untuk membantu likuiditas perbankan yang sekarang sedang tertekan.

"Sekarang orang khawatir terhadap perbankan kita dan itu menimbulkan sentimen negatif bagi pergerakan rupiah serta kepercayaan pasar," kata dia.

Pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia (BI) juga perlu menurunkan suku bunga untuk menggerakkan perekonomian, karena di negara-negara lain melakukan hal itu untuk menahan melambatnya pertumbuhan ekonomi.

"Saya kira ketika ekonomi melambat, BI akan menurunkan suku bunga, tapi justru naik pada Oktober dan rupiah lalu melemah di atas 10.000 per dolar AS," katanya.

Menurut Yudhi, apabila suku bunga turun, ekonomi akan membaik dan dampak krisis akan pulih dengan lebih cepat serta rupiah juga akan membaik.

Mengenai memburuknya iklim investasi di pasar modal Indonesia, Yudhi menyebut itu hanya dampak dari memburuknya pasar modal dunia saja. Sementara saran pemerintah agar BUMN melakukan buy back saham untuk membantu pasar modal, ternyata tidak berdampak signifikan karena hanya sedikit sekali BUMN yang menjalankan anjuran itu.

Walaupun demikian, menurut Yudhi, pasar modal Indonesia akan bergerak membaik pada pertengahan tahun depan apabila pemerintah dapat menjaga permintaan domestik (domestic demand).
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008