Bogor (ANTARA News) - Pemerintah disarankan lebih fokus dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional di antaranya melalui penggalakan investasi dan meningkatkan nilai tambah pada komoditas-komiditas yang selama ini menjadi unggulan di pasar dunia.

Menurut Guru Besar Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Endang Gumbira Said, di Bogor Selasa, selain menggalakkan investasi, pemerintah harus membangun komitmen yang tuntas dan tidak sepotong-sepotong sehingga koordinasi pelaksanaan program-program ketahanan pangan di lapangan berjalan dengan baik.

Gumbira menilai, dalam menjalankan program-program ketahanan pangan, Indonesia kelihatan tidak memiliki koordinasi yang bagus di lapangan dan lemah dalam mengendalikan keunggulan yang sudah dimiliki di bidang pangan.

"Katakanlah, pala kita nomor satu di dunia, merica nomor satu di dunia, tetapi orang lain `kan berkembang ingin mengambil pasar dari kita. Nah oleh karena itu, kita harus menjaga apa yang sudah menjadi jawara di dunia, harus kita tingkatkan nilai tambahnya," katanya usai berbicara dalam Workshop Business Plan Re-Formulation for Agribusiness yang digelar oleh Majalah Agro Observer dan Arrbey.

Bumbira menegaskan kembali perlunya investasi yang baik untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional, tidak hanya dalam bidang riset dan peningkatan produktivitas pertanian, tetapi juga dalam bidang agro industri. Menciptakan nilai tambah dalam produk-produk pangan sehingga mampu bersaing dengan komoditas lain di pasar dunia.

"Pertanian tidak bisa dipisah-pisahkan, hanya on farm saja atau out farm saja. Makanya dalam konsep-konsep yang saya suarakan, pertama memperbaiki manajemen agribisnis dalam perspektif kita meningkatkan produksi dan produktivitas. Kemudian kita tingkatkan agro industri untuk menciptakan nilai tambah produk dan membangun agro wisata untuk mendatangkan devisa," kata dia.

Keterpaduan dari pengembangan on farm dan agro industri akan membuat pemasaran produk-produk sektor pangan tidak terputus seperti sekarang. Selain dengan swasta sebagai pengembang dan pemasaran produk-produk pertanian, kemitraan dengan usaha-usaha kecil menengah juga terus dikembangkan, tetapi tetap seimbang sehingga keuntungan juga bisa dinikmati oleh petani.

Mengenai menyempitnya lahan pertanian di daerah Jawa, pemerintah perlu mengembangkan produk-produk pertanian di luar Jawa yang lahannya masih luas seperti Papua, terutama Merauke, Kalimantan, dan Sulawesi harus dioptimalkan. Pengembangan pertanian melalui program transmigrasi juga perlu dihidupkan lagi dengan pola yang diubah.

Petani-petani yang berhasil di Jawa yang seharusnya dipindahkan ke luar Jawa dan disediakan lahan sehingga mereka dapat menjadi percontohan yang akan ditiru oleh petani-petani lain di luar Jawa, kata Gumbira yang juga Senior Advisor Program Pasca-sarjana Manajemen dan Bisnis IPB.

Bioenergi

Mengenai isu energi yang dihasilkan dari produk pertanian, menurut Gumbira, merupakan isu yang mengglobal dan tidak bisa dihindari. Tetapi ia menyarankan biofuel dikembangkan dari produk-produk pertanian yang oversupply (persediaannya berlebih) seperti CPO (crude palm oil) atau dari tanaman-tanaman yang tidak sangat dibutuhkan untuk pangan.

"Memang tanaman jarak sebenarnya sudah diadvokasikan sekitar empat tahun yang lalu, tetapi itu belum berjalan bagus dan seolah-olah masih jalan di tempat. Oleh karena itu anggaran riset harus diperbesar karena riset dunia kini sedang mencari bagaimana memproduksi bioethanol yang termurah," katanya.

Bioethanol bisa diproduksi misal dari limbah-limbah produk pertanian dan Indonesia harus bisa berkompentisi. "Kalau kita bisa menghasilkan sesuatu yang baik, Insya Allah kita akan menjadi lebih tahan, baik ketahanan pangan maupun ketahanan energi," tambah Gumbira.(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008