Jakarta (ANTARA News) - Krisis finansial yang mulai meluas hingga ke sektor riil diperkirakan tidak mengancam kinerja industri elektronika mengingat tidak terjadi penurunan produksi besar-besaran dan upah buruh hanya satu-dua persen dari total biaya produksi. "Kami perkirakan (produksi elektronika) untuk domestik pasti ada penurunan (produksi) tapi penurunannya kemungkinan tidak akan parah karena elektronik bukan produk mahal dan produsen bisa mengalihkan produksinya pada barang varian baru yang lebih murah harganya," kata Ketua Gabungan Elektronika (Gabel) Ali Soebroto usai workshop hasil survei dan verifikasi peningkatan ekspor elektronika Indonesia di Jakarta, Selasa. Sementara itu, produsen elektronik yang melayani kebutuhan ekspor dikendalikan oleh perusahaan induknya yang dipastikan memiliki strategi khusus untuk bertahan dalam situasi krisis ini. "Pada prinsipnya sama tentunya mereka akan membagi di antara anak perusahaannya di negara-negara lain agar bagaimana supaya industri mereka bertahan semuanya," ujarnya. Tantangan menghadapi krisis bagi industri elektronika, lanjut dia, tidak sebesar industri lain yang padat karya seperti alas kaki dan tekstil karena upah buruh hanya menyumbang 1-2 persen dari biaya produksi. "Kalau sektor elektonik tantangannya lebih ringan daripada industri alas kaki. Kalau ada pasar domestiknya pasti bisa tumbuh walaupun kecil," tambahnya. Melemahnya nilai rupiah terhadap dolar AS, lanjut dia, akan menurunkan impor produk elektronik dan mendorong produksi domestik. Namun, produsen elektronik masih memerlukan dukungan pembebasan bea Masuk (BM) komponen elektronika untuk menekan biaya produksi dan harga jual mengingat sebagian komponen masih diimpor.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008