Denpasar (ANTARA News) - Seorang wakil rakyat di DPR RI menyatakan migrasi dari sistem analog ke sistem digital mesti memerhatikan kesiapan publik, meskipun migrasi tersebut menjadi keharusan seiring kemajuan teknologi dunia penyiaran dewasa ini.
"Digitalisasi penyiaran hendaknya dipikirkan secara cermat dari berbagai sudut pandang, terutama segi kesiapan publik," kata anggota Komisi I DPR RI, Sidqi Wahab seusai sidang umum "Asia-Pasific Broadcasting Union-ABU" ke 45 di Nusa Dua, Senin.
Sidqi melanjutkan, jika migrasi ditempuh dengan serta merta mengganti peralatan penerima siaran (receiver) dengan harga berkisar Rp600 ribu hingga Rp700 ribu per unit, justru akan memberatkan masyarakat.
"Kalaupun diberlakukan sistem digital, hendaknya sistem analog juga tetap dioperasikan, jangan dihilangkan. Masih banyak yang harus dipikirkan, termasuk kesiapan sumber daya manusia kita," ucapnya sembari menegaskan pada prinsipnya DPR RI mendukung digitalisasi dunia penyiaran.
Sidqi Wahab mengingatkan dunia penyiaran untuk tidak hanya melihat kondisi masyarakat perkotaan yang lebih maju, tetapi juga memerhatikan penyelenggaraan siaran di daerah terpencil yang penuh dengan keterbatasan dan perlu perlakuan khusus.
Menkominfo M. Nuh sendiri mengatakan, sistem digital masih dalam tahap uji coba selama sembilan bulan sejak Agustus 2008 di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek), dengan menyiapkan dua tim utama yaitu TVRI dan konsorsium.
Sementara Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik RRI, Parni Hadi mengungkapkan, proyek percontohan migrasi dari sistem analog ke teknologi digital akan diawali dari RRI Bandung tahun 2009 dan secara bertahap diikuti seluruh stasiun RRI di Indonesia.
Parni berharap sidang ABU di Bali memotivasi lembaganya yang tumbuh dari media perjuangan dan kini menjadi lembaga penyiaran publik yang harus berbenah diri menyambut kemajuan jaman, untuk terus maju. (*)
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008