Jakarta, (ANTARA News) - Sebanyak 18.000 pegawai industri penerbitan dan percetakan buku pelajaran terancam dirumahkan setelah pemerintah memberlakukan Buku Sekolah Elektronik (BSE).
"Sejak Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008 diberlakukan bulan Agustus lalu sudah ada pegawai penerbitan yang dirumahkan. Kalau sampai Desember sistem ini tetap dipergunakan, sekitar 60 persen pegawai penerbitan dirumahkan," kata Ketua Umum Ikatan Penerbitan Indonesia (Ikapi), Setia Dharma Madjid, di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan dari 900 anggota Ikapi terdapat 250 penerbit buku pelajaran dan 650 penerbit buku umum. Dari 250 penerbit buku pelajaran tersebut mampu menyerap 30.000 pegawai.
"Jika penerbit saja mulai goyang maka jaringan-jaringan penerbit dan toko buku juga akan goyang. Sekitar 60 persen karyawan penerbitan sendiri adalah marketing dan itu yang banyak dirumahkan," ujar dia.
Menurut dia, selama ini telah ada kesalahan persepsi dari pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang menganggap pembelian hak cipta buku akan menguntungkan penerbit juga.
"Tidak semua penerbit memiliki percetakan, untuk itu penerbit yang tidak dibeli hak ciptanya tidak akan mendapat apa-apa dan tidak dapat menerbitkan buku pelajaran lagi," ujar dia.
Sementara itu, menurut Ketua Bidang Buku Pelajaran Ikapi, Saiful Bahri, penerbit buku pelajaran saat ini tidak lagi hanya menerbitkan buku pelajaran, tetapi juga menerbitkan buku umum. Namun demikian hal tersebut tidak mampu membuat penerbit buku pelajaran bertahan.
"Kalau mau mengandalkan dari buku umum jelas tidak bisa. Buku umum paling banter berapa ratus eksemplar saja, sedangkan untuk buku pelajaran paling tidak sekali terbit bisa 100.000 eksemplar," ujar dia.
Dia mengatakan anggota Ikapi secara resmi belum menyampaikan rencana merumahkan pegawainya tersebut ke Dinas Tenaga Kerja, tetapi kepada asosiasi para pengusaha telah menyampaikan keterpurukan kondisi mereka.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008