Asuransi masih menjadi pilihan investasi masyarakat. Namun OJK dan pemerintah perlu tegas untuk menindak dan mengawasi

Jakarta (ANTARA) - Industri asuransi dinilai tidak akan ditinggalkan oleh masyarakat maupun investor karena kasus gagal bayar yang menimpa PT Asuransi Jiwasraya dan kegagalan investasi yang mendera PT Asuransi Angkatan Bersenjata RI (Asabri).

Namun, menurut Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo di Jakarta, Selasa, masyarakat dan investor akan lebih selektif memilih perusahaan asuransi, dengan kecenderungan lebih memilih perusahaan asuransi asing atau swasta yang memiliki rekam jejak baik.

Di sisi lain, kasus Jiwasraya dan Asabri perlu menjadi pelajaran bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah untuk menerapkan pengawasan yang ketat terhadap perusahaan asuransi seperti halnya pengawasan yang dilakukan terhadap industri perbankan.

"Kasus Jiwasraya dan Asabri memang akan menjadi masalah. Namun masyarakat dan investor tidak akan langsung meninggalkan asuransi, mereka hanya akan pindah," kata Irvan.

Untuk mencegah krisis kepercayaan di masyarakat terhadap asuransi, menurut dia, OJK dan pemerintah serta aparat penegak hukum perlu tegas dengan mengungkap dalang intelektual yang menyebabkan masalah di Jiwasraya dan Asabri.


Baca juga: Pemerintah akan segera bentuk Lembaga Penjamin Polis
Baca juga: DJKN: Polis nasabah bisa dialihkan jika Jiwasraya tidak sehat

OJK dan pemerintah juga perlu menjabarkan kepada masyarakat mengenai langkah-langkah perbaikan tata kelola dan pengawasan terhadap perusahaan asuransi terutama perusahaan asuransi milik negara seperti dua perusahaan yang kini menjadi sorotan, Jiwasraya dan Asabri.

"Asuransi masih menjadi pilihan investasi masyarakat. Namun OJK dan pemerintah perlu tegas untuk menindak dan mengawasi," ujar dia.

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pemerintah sedang menyiapkan pendirian Lembaga Penjamin Polis (LPP). Lembaga ini untuk menjaga dana atau premi masyarakat yang diinvestasikan ke perusahaan asuransi. LPP bekerja seperti layaknya Lembaga Penjamin Simpanan.

Sebenarnya, lembaga ini sudah diamanatkan dalam Undang-undang (UU) Nomor 40 tahun 2014 tentang Asuransi. Namun pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih berkoordinasi untuk mendirikan LPP.

"Persiapannya terus jalan, kami mendesain yang namanya LPP tersebut," kata Suahasil usai pelantikan sebagai Anggota DK OJK Ex-Officio di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (13/1).

Baca juga: Pengamat sebut produk Jiwasraya layaknya investasi skema Ponzi

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga berjanji akan memperketat pengawasan terhadap industri keuangan non-bank (IKNB), termasuk asuransi. OJK berencana untuk segera merilis pedoman tata kelola berbasis risiko, sehingga pengawasan pun akan berbasis risiko.

Ketua OJK Wimboh Santoso, Senin kemarin, menjelaskan, nantinya akan ada detail mengenai bagaimana pengawasan akan dijalankan, termasuk pelaporan yang harus dilakukan oleh IKNB. Ia memastikan, data-data yang wajib dilaporkan IKNB bakal diubah, misalnya yang terkait neraca keuangan.

"Bukan hanya posisi-posisi neraca saja, termasuk instrumennya (penempatan dananya) apa saja. Itu paling tidak setiap bulan harus dilaporkan ke OJK," ujar Wimboh.

Adapun beberapa perusahaan asuransi kini tengah jadi sorotan, dari mulai Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera, Jiwasraya, hingga Asabri. Ini seiring masalah dalam pengelolaan keuangan dan investasinya. Jiwasraya, misalnya, mengalami gagal bayar polis seiring rugi investasi saham. Hal tersebut juga diduga terjadi di Asabri.


Baca juga: Industri asuransi jiwa berpeluang investasi B30
Baca juga: Perbaiki pengelolaan, pengamat sarankan Asabri segera masuk ke BPJS TK

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020