"Ada ruh, spiritual dari seni wayang, wayang bukan bendawi, ada kekuatan spiritual yang langgeng sehingga Unesco menetapkan sebagai warisan dunia `intangible`," kata Ketua Sekretaris Nasional Wayang Indonesia (Senawangi), Sulebar M. Soekarman, saat sarasehan pedalangan bertajuk "Tradisi dan Pengembangan Pertunjukan Wayang" di Gandok Seni Pondok Tingal Borobudur, di Magelang, Jumat (22/11) sore.
Ia mengatakan, Senawangi mengukuhkan wayang Indonesia menjadi Seni Wayang Indonesia (SWI) setelah wayang diproklamasikan Unesco sebagai "intangible heritage", tahun 2003.
SWI, katanya, kini menjadi perhatian dan tanggung jawab masyarakat internasional.
Penelitian yang dilakukan Senawangi lima tahun lalu, katanya, menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 200 jenis kesenian wayang.
Kini, katanya, seni wayang makin berkembang antara lain dengan lahirnya wayang modern seperti wayang daun, wayang batu, wayang seng. Di Amerika Serikat, wayang menjadi kurikulum pendidikan sekolah.
Ia mengatakan, kekuatan spiritual telah menjadikan wayang terus lestari.
"Wayang bukan hanya sebagai karya seni tetapi memiliki bobot kemanusiaan, bukan sekadar tempat mencari uang, tetapi memuat nilai kemanusiaan yang universal, wayang adalah bayangan kehidupan," katanya.
Pada masa lalu, katanya, dikenal wayang gaya Yogyakarta dan Surakarta.
Ia mengatakan, wayang dikategorikan sebagai wayang tradisi dan wayang modern.
"Wayang dikembangkan menjadi seni modern, ada listrik, tata suara, karena berhadapan dengan masyarakat modern dan Bangsa Indonesia terus bergerak," katanya.
Pengembangan seni wayang, katanya, memengaruhi pengurangan pakem atau cerita asli wayang. Penggunaan nama SWI juga menunjukkan bahwa wayang tidak lekat lagi sebagai suatu tradisi.
"Wayang boleh berkembang seperti sastra lainnya. Seni wayang adalah instalasi yang menggunakan semua elemen-elemen seni," katanya.
Ia mengemukakan, pengembangan seni wayang sudah saatnya secara profesional antara lain menyangkut dalang, penabuh gamelan, dan penggagas lakonnya.
"Yang klasik tetap hidup tetapi juga melahirkan wayang modern," katanya (*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008