"Saya usul, kehadiran nelayan kita di sana. Jangan kita kemudian kalah," kata Hikmahanto dalam diskusi bertajuk Kedaulatan RI Atas Natuna yang diselenggarakan Centre for Dialogue And Cooperation Among Civilizations (CDCC) di Jakarta, Senin.
Hikmahanto mengingatkan dalam dunia internasional, hukum bisa saja diabaikan. Yang dikedepankan seringkali adalah kehadiran fisik.
Dia mengatakan kejadian yang sering terjadi, penangkapan ikan ilegal oleh China di ZEE Indonesia terjadi di titik yang sama berulang kali. Kemungkinan besar China sengaja ingin menghadirkan nelayannya secara fisik terus menerus di sana.
Dia mengatakan mungkin saja China sengaja menghadirkan nelayannya di sana dengan cara memberikan subsidi kepada nelayannya demi tujuan menguasai wilayah secara efektif.
"Pertanyaannya kehadiran nelayan kita di sana diberikan subsidi atau tidak. Tanpa subsidi nelayan akan berpikir bisnis, dan mereka berpikir untuk apa hadir di sana," ujar Hikmahanto.
Lebih jauh Hikmahanto mengatakan selain menghadirkan nelayan di Perairan Natuna, Indonesia perlu juga melakukan back door diplomacy atau diplomasi dibalik pintu.
Diplomasi tersebut tidak dilalukan diplomat melainkan tokoh bangsa yang memiliki akses untuk berbicara dengan China.
"Paling tidak tokoh itu bisa mengatakan kepada China bahwa Indonesia tidak akan bisa membendung sentimen publik Indonesia terhadap negara China apabila hal ini terus terjadi," jelas Hikmahanto.
Baca juga: Hikmahanto: Natuna Utara tidak diselesaikan di meja perundingan
Baca juga: Pakar: Indonesia harus hadir secara fisik di ZEE Natuna
Baca juga: Parlemen Indonesia satu suara sikapi konflik Natuna tanpa kompromi
Baca juga: Pemerintah perlu dorong riset kelautan terpadu di Natuna
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020