"Tidak ada satu pun pengusaha yang senang untuk menutup usahanya dan memberhentikan para pekerjanya, kecuali sangat terpaksa. Makanya dalam kondisi seperti sekarang, pengusaha juga minta buruh ikut prihatin," kata Erlangga, Sabtu.
Erlangga memastikan, krisis global yang melanda banyak negara di dunia, dampaknya sudah dirasakan kalangan dunia usaha di Jatim, terutama sektor riil.
Kendati sejauh ini belum ada pemutusan hubungan kerja (PHK), tapi kondisi dunia usaha sudah jauh menurun dan perlu dukungan kebijakan dari pemerintah untuk menyelamatkan dari kehancuran.
"Selama tidak ada solusi terbaik dari pemerintah maupun BI (Bank Indonesia), dunia usaha akan hancur dan ujung-ujungnya jelas rasionalisasi buruh," tegas pria yang akrab disapa Agung ini.
"Saat ini saja, `order` (pesanan) barang dari pasar luar negeri, khususnya Amerika Serikat dan Eropa sudah turun sekitar 40 persen. Sementara komponen impor juga naik akibat dolar yang melonjak," tambahnya.
Mengutip laporan Asosiasi Persepatuan Indonesia (Apresindo), ia menyebutkan bahwa sekitar 35 ribu buruh industri sepatu dalam negeri terancam dirumahkan kalau krisis ini tidak cepat teratasi. "Padahal sebagian besar industri sepatu ada di Jatim."
Agung menambahkan, kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) yang mulai diberlakukan pada 2009, dipastikan akan semakin memberatkan kalangan dunia usaha.
"Tanpa kenaikan UMK saja sudah berat, apalagi sekarang UMK dinaikkan. Dunia usaha tetap berharap ada peluang untuk bangkit, tentu dengan dukungan dari pemerintah. Kalau tidak bisa, jalan terakhir adalah rasionalisasi dan menutup usaha," terang Agung. (*)
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008