Dukungan lintas kementerian, lembaga dan dunia usaha sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas nelayan
Jakarta (ANTARA) - Nelayan lokal di kawasan Natuna perlu meningkatkan kapasitasnya dengan mendorong kerja sama lintas kementerian atau lembaga serta dunia usaha agar dapat mengoptimalkan pemberdayaan sumber daya serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.
"Dukungan lintas kementerian, lembaga dan dunia usaha sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas nelayan dan pembudidaya ikan yang bernilai tambah di Natuna serta memajukan sektor-sektor pembangunan lainnya seperti pariwisata, migas dan pertanian," kata Ketua Umum Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia Iskindo Zulficar Mochtar dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Menurut dia, aktivitas pembangunan di Natuna mesti dikoordinasikan dengan baik pada tingkat pusat serta melibatkan dunia usaha dan industri. Khususnya di sektor kelautan dan perikanan, lanjutnya, dukungan kementerian/lembaga yang sangat dibutuhkan antara lain adalah penyediaan BBM yang cukup bagi nelayan, pembangunan kampung nelayan, penyediaan sarana telekomunikasi di pulau-pulau kecil sekitar Natuna, transmigrasi nelayan mandiri dan penguatan koperasi nelayan.
Baca juga: Persiapan nelayan ke Natuna, Mahfud: Masih dirapatkan
Sebelumnya, nelayan Kabupaten Natuna, Kepri, kompak menolak rencana kedatangan ratusan nelayan pantura Jawa melaut di perairan Natuna Utara, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Ketua nelayan Desa Sepempang, Natuna, Hendri menyampaikan penolakan dikarenakan beberapa pertimbangan seperti, nelayan pantura menggunakan cantrang.
"Alat tangkap cantrang dapat merusak ikan dan biota laut lainnya, sehingga akan merugikan nelayan itu sendiri," kata Hendri saat dihubungi ANTARA, Minggu.
Kemudian, kata dia, nelayan pantura menggunakan kapal yang lebih besar dan peralatan tangkap modern.
Baca juga: Nelayan Natuna kompak tolak kedatangan nelayan pantura
Hal ini tentu membuat nelayan Natuna merasa tersaingi, karena armada mereka saat ini masih kecil dan peralatan tangkap yang ada sangat tradisional yaitu berupa pancing ulur. "Kondisi ini juga akan menyebabkan nelayan lokal jauh tertinggal dan tersisih," imbuhnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono menginginkan perizinan terhadap nelayan yang ingin melaut di kawasan perairan nasional, termasuk di Natuna dapat dipermudah, dalam rangka meningkatkan pemberdayaan sumber daya perikanan Nusantara.
Baca juga: Pengamat nilai pengurusan dokumen perizinan masalah umum nelayan
Ono Surono mengakui bahwa kapal nelayan yang ingin beroperasi di Natuna juga tak mudah, karena akan beroperasi di atas 25 mil sampai 200 mil sebagaimana ketentuan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif), sehingga diperlukan kapal skala besar dan waktu yang lama, serta pelabuhan perikanan yang dapat menampung kapal beserta hasil tangkapannya.
Untuk itu, ujar Ono, ada sejumlah hal yang harus disegerakan untuk diubah, antara lain mengizinkan kembali kapal-kapal perikanan besar yang dahulu izinnya dicabut dengan tetap mengacu pada prinsip milik dan modal murni Indonesia, serta mencabut pelarangan pembangunan kapal perikanan maksimal 150 grosston.
Politisi PDIP itu juga mengusulkan untuk memperbanyak kapal pengangkut ikan dan membolehkan untuk melakukan transhipment (alih muatan) di tengah laut dengan pengawasan yang ketat, serta mengoptimalkan pembenahan Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) Natuna untuk bisa beroperasi menampung kapal dan hasil tangkapan nelayan secara maksimal.
Baca juga: Kesatuan nelayan minta pemerintah tidak negosiasi soal perairan Natuna
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020