Jakarta (ANTARA) - Selama beberapa hari terakhir ini, lagi-lagi rakyat Indonesia harus mendengar kabar buruk tentang dugaan kasus tindak pidana korupsi di beberapa BUMN dan tak ketinggalan di Kabupaten Sidoardjo, Jawa Timur, yang nilainya amat luar biasa.

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, baru-baru ini mengungkapkan tentang dugaan telah terjadinya korupsi yang bisa mencapai triliunan rupiah di Asabri atau PT Asurasi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Asabri --kantor pusatnya di kawasan Cawang, di Jakarta Timur, dekat Markas Besar Kodam Jaya, yang entah berbentuk perusahaan swasta ataukah BUMN telah puluhan tahun beroperasi.

Sejak Orde Baru, Asabri telah menjadi perusahaan asuransi bagi ratusan ribu anggota ABRI dan Polri. Sambil bergurau Mahfud yang pernah menjadi menteri pertahanan pada era Gus Dur, berkata pada umumnya pimpinan Asabri telah cukup “berharta” bahkan istrinya umumnya lebih dari satu orang.

Anggota TNI sekarang saja sudah kurang lebih 500.000 prajurit sedangkan personel Polri sekitar 480.000 jiwa sehingga jika ditambah dengan ratusan ribu bahkan jutaan pensiunan maka dapat dibayangkan betapa besarnya dana yang dikelola Asabri. Di dalam grafis iklannya, bahkan PNS di lingkungan TNI, Kementerian Pertahanan, dan Kepolisian Indonesia juga dia lingkupi.

Sementara itu, pemerintah kini juga sedang kerepotan mengurus sebuah BUMN di bidang asuransi yakni PT Jiwasraya (Persero) karena diduga kuat telah menghadapi masalah tentang pengelolaaan dana sekitar Rp12 triliun dari ribuan nasabahnya karena dana yang begitu besar telah ditanamkan di bisnis alias usaha yang tidak jelas masa depannya tidak jelas yang disebut “kacangan".

Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa pemerintah khususnya Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN telah mencoba mengatasi keruwetan di Jiwasraya antara lain dengan membentuk perusahaan induk yang merupakan gabungan beberapa BUMN di bidang asuransi.

Sementara itu, Menteri BUMN, Erick Thohir, mengungkapkan pula bahwa para nasabah Jiwasraya tidak perlu merasa khawatir karena diharapkan “holding company “ ini akan lahir pada tahun 2020 ini juga dan diikuti dengan masuknya dana suntikan segar alias “fresh money”.

Yang kalah mencengangkan masyarakat Indonesia adalah kasus Teguh Setiawan yang telah mengundurkan diri sebagai anggota KPU. Teguh telah menerima sogokan dengan mata uang dollar Singapura yang setara dengan Rp400 juta. Teguh diduga menerima uang ratusan juta rupiah dalam kasus pergantian waktu (PAW) di DPR.

Anggota PDI Perjuangan, Nazaruddin Kiema, untuk masa bakti 2019-2024 telah meninggal dunia pada Maret 2019 sehingga harus dilakukan PAW. KPU.RI telah menetapkan seorang wanita, Riezky Apriliani sebagai pengganti Nazaruddin sesuai nomor urut. Namun ternyata DPP.PDIP mengajukan nama Harun Masaku yang kini malahan telah “menghilang”.

Selain itu, nama Saiful Ilah yang merupakan Bupati Sidoardjo, Jawa Timur telah diringkus KPK karena diduga telah menyalahgunakan kekuasaannya dengan menerima uang sogok sekitar Rp1 miliar sebagai imbalan bagi pembangunan berbagai proyek prasana dan sarana fisik.

Dengan mendengar berbagai kasus dugaan korupsi tersebut, sekalipun masyarakat harus tetap memegang teguh prinsip azap praduga bersalah yakni seseorang tidak boleh dianggap bersalah sampai dengan munculnya kekuatan hukum berkekuatan tetap,maka pertanyaannya adalah bagaimana rakyat harus bersikap terutama dengan langkah-langkah pemerintah mengatasinya.

Tuntaskan
Erick Thohir telah mengatakan pemerintah sudah menyiapkan berbagai langkah guna menyelesaikan keruwetan ini.

Akan tetapi, para nasabah pada khususnya serta masyarakat Indonesia pada umumnya perlu mendapat penjelasan terutama dari Erick Thohir dan juga Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, tentang pembentukan perusahaan induk serta bagaimana uang yang mereka tanamkan di Jiwasraya dapat kembali secara utuh.

Rakyat dalam hal ini ratusan ribu prajurit TNI dan Polri serta jutaan pensiunan tentu amat berharap supaya uang yang mereka “tabung” di Jiwasraya dapat kembali secara utuh. Harus diingat bahwa ratusan ribu prajurit Polri dan TNI beserta jutaan pensiunan itu pada umumnya adalah “orang-orang bawahan” yang rela gajinya dipotong bagi asuransi di Asabri walaupun gaji mereka pasti sangat kecil.

Jadi Erick Thohir dan Sri Mulyani harus betul- betul menyadari betapa sangat pentingnya upaya mengembalikan uang belasan triliunan rupiah milik prajurit- -prajurit tersebut. Karena kasus Jiwasraya ini juga terjadi seperti di Sidardjo.

Di Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini, telah terjadi pula kasus korupsi seperti pembelian pesawat bagi PT Garuda Indonesia dibawah kepemimpinan mantan direktur utama Emirsyah Satar.Miliaran rupiah telah diterima Emirsyah.

Erick Thohir sejak menjadi Menteri BUMN pada bulan Oktober 2019 harus mengawasi kurang lebih 152 BUMN bidang produksi, jasa dan lainnya. Rakyat tentu telah mendengar korupsi di berbagai BUMN.

Erick Thohir harus terus berusaha memantau, mengendalikan semua BUMN dari upaya-upaya korupsi, baik yang dilakukan direktur utama dan para direktur, komisaris hingga karyawan-karyawannya, Karena Erick berlatar belakang pengusaha swasta, maka tentu dia sudah mempunyai “resep-resep” bagaimana mengatasi ulah-ulah buruk terutama direksi dan komisaris apalagi BUMN seringkali dijadikan “sapi perah” menjelang pilkada dan pemilihan umum tahun 2024.

Erick Thohir yang baru berdinas empat bulan ini tentu sangat diharapkan memiliki “jamu- jamu” manjur guna mengatasi korupsi di Jiwasraya, Asabri, Garuda Indonesia bahkan di KPU hingga akhir masa jabatannya pada bulan Oktober 2024. Sekalipun rasanya mustahil berharap korupsi akan hilang 100 persen dalam kurun waktu 2019-2024, rakyat Indonesia pasti berhak berharap korupsi bisa dihilangkan semaksimal mungkin dari bumi Nusantara ini.

Kasus korupsi mantan ketua DPR Setya Novanto, mantan ketua DPD Irman Gusman hingga mantan gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan lain-lain janganlah terulang kembali . *

*) Arnaz Firman, wartawan Antara tahun 1982-2018. Meliput acara- acara kepeesidenan tahun 1987-2009

Copyright © ANTARA 2020