Jakarta (ANTARA News) - Pelaku pasar saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) masih dihantui krisis keuangan, sehingga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan selama sepekan. IHSG BEI pada akhir pekan ini ditutup turun 8,694 poin atau 0,75 persen menjadi 1.146,276, yang merupakan penurunan keenam secara berturut-turut. Turunnya IHSG ini disebabkan saham yang turun masih mendominasi pasar sebanyak 75 dibanding yang naik 58, sedangkan 45 stagnan dan 278 tidak diperdagangkan. Beberapa saham unggulan yang mengalami penurunan dan memimpin IHSG turun adalah Bank BRI yang melemah Rp75 ke posisi Rp2.525, Telkom turun Rp250 menjadi Rp5.500, Bank BCA terkikis Rp125 ke level Rp2.575 dan Bank Mandiri melemah Rp10 ke harga Rp1.330. Direktur PT Asia Kapitalindo Sekuritas, Harry Kurniawan, kepada ANTARA, Jumat, mengatakan, terus tertekannya pasar saham ini lebih disebabkan krisis global yang sudah mendekati ekonomi Indonesia. "Krisis di pasar saham dan uang sudah terkena krisis, dan industri berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan yang dapat mengatasi krisis ini," kata Harry. Menurut dia, kebijakan ini seperti segera dilakukan penurunan suku bunga dan insentif pajak yang bisa mendorong sektor riil kembali bergerak. Dengan bergeraknya sektor riil pertumbuhan ekonomi masih tumbuh dan dampaknya juga akan mendorong pasar saham kembali bergairah. Harry juga mengungkapkan bahwa pasar saham juga tertekan nilai tukar rupiah yang sudah terdepresiasi sekitar 30 persen ke kisaran Rp12.000 per dolar jika dibanding sebelumnya Rp9.500 per dolar AS. "Melemahnya rupiah ini telah membuat terhambatnya beberapa pengusaha mengaku telah mengalami penundaan dan bahkan pembatalan tender yang telah disepakti sebelumnya," ujar Harry.. Ia mengawatirkan kondisi ini akan menurunkan pendapatannya dan bahkan bisa terjadi adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) karena adanya kemandegan produksi. "Inilah yang harus dilihat dari pemerintah untuk segera mengeluarkan kebijakan yang bisa mengatasi berbagai kekhawatiran itu (krisis)," katanya menambahkan. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008