Magelang (ANTARA News) - Para politikus selayaknya memiliki kemauan untuk meleburkan diri dalam penderitaan sesama tanpa membeda-bedakan asal usul, agama, suku, warna kulit, dan kepercayaan, kata Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X."Politikus selayaknya melucuti agama dan kepercayaannya serta tidak membawa-bawa nama Tuhan lewat restu pastur, pendeta, atau kiai, melainkan kemauan untuk lebur dalam penderitaan sesama," katanya di Magelang, Jumat malam, dalam orasi budaya secara tertulis yang dibacakan Moderator Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) Koordinator Daerah (Korda) Daerah Istimewa Yogyakarta, Romo AG Purnama, MSF, saat peluncuran buku "Politik Katolik, Politik Kebaikan Bersama".Ia menjelaskan, akhir-akhir ini agama cenderung digunakan sebagai instrumen strategis oleh kalangan politisi guna meraih kemenangan politik untuk suatu jabatan publik.Sesungguhnya, katanya, politik adalah representasi otonomi dunia yang tidak ada kaitannya dengan urusan Tuhan. Pada masa lalu, katanya, tokoh Katolik, Romo Mgr Soegijapranata dan IJ Kasimo, bisa mengangkat martabat kemanusiaan umat dalam keluarga besar manusia Indonesia. "Yang sangat menonjol dari kedua tokoh itu adalah semangat mendedikasikan waktu, pikiran, dan tenaga untuk kemanusiaan. Kalau politikus bisa bersikap seperti itu, tak perlu mencari restu dari mana pun karena rakyat secara sukarela pasti mendukung," katanya. Tokoh yang bisa mengangkat martabat kemanusiaan umat, katanya, jika terpilih menjadi kepala pemerintahan atau wakil rakyat akan berada di tengah rangkaian keterpurukan. Mereka, katanya, akan dihadapkan kepada berbagai pilihan kebijakan dan tindakan yang tidak sederhana, tidak hitam-putih, tetapi kompleks, rumit, dan kebanyakan pilihannya adalah apa yang oleh Kasimo disebut sebagai "minus malum", pilihan antara yang buruk dan yang kurang buruk. Ia mengemukakan, demokrasi, apalagi demokrasi dalam transisi, memerlukan kepiawaian berkomunikasi karena berbagai persoalan menyangkut hajat hidup orang banyak memerlukan diskursus, komunikasi, dan dialog dalam panggung terbuka di ruang publik. "Bukan oleh restu dari siapa pun," katanya. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Departemen Agama, Stefanus Agus, dalam orasi mengatakan, sejumlah tokoh Katolik seperti Romo van Lith, SJ, Mgr. Soegijapranata, S.J., Kasimo, Frans Seda, Romo Kardinal Darmayuwono, Pr., dan Romo Mangunwijaya, Pr., hanyalah beberapa nama dari relatif banyak tokoh Katolik yang berpolitik dengan meneladani Yesus Kristus. "Mereka sederhana, tidak konfrontatif, berpihak pada rakyat kecil, dan selalu mengutamakan kepentingan bersama. Dengan meneladani Yesus, mereka juga berani menghadapi siapa pun, termasuk puncak kekuasaan, demi membela kepentingan seluruh bangsa dan negara, bukan sekadar kepentingan gereja dan umat Katolik," katanya. Upaya meneladani Yesus, Sang Buddha, Nabi Besar Muhammad SAW, dan para tokoh spiritual lain dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam berpolitik, katanya, selayaknya dilakukan Bangsa Indonesia.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008