Jakarta (ANTARA News) - Tim Sukses Sri Sultan Hamengkubowono mulai bergerak cepat dengan membantuk relawan dan jaringan hingga tingkat kecamatan.

"Saat ini sudah terbentuk setidaknya 6.000 simpul-simpul relawan di kecamatan dan sudah ada sekitar dua juta aktivis yang jumlah itu akan terus meningkat," kata Tim Sukses Sri Sultan Dr Sukardi Rinakit di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat.

Cak Kardi--panggilan akrab tim sukses yang masih menjabat Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) ini--mengemukakan, percepatan gerak Tim Sukses Sri Sultan, antara lain adanya strategi promosi dan pemasaran seperti yang dilakukan dalam bisnis multi level marketing (MLM).

Strategi ini ditempuh mengingat kecepatannya dalam membentuk jaringan trim sukses dan relawan hingga tingkat kecamatan dan nantinya akan menjangkau pedesaan.

Menurut dia, dampak krisis keuangan global telah berpengaruh langsung kepada dunia politik di Indonesia. Namun hal itu bisa diatasi dengan mengandalkan jaringan seperti dikembangkan dalam bisnis MLM.

"Melalui strategi ini, siapa tokoh yang kuat di jaringan, dia akan menang," katanya.

Yang perlu segera dilakukan Sri Sultan adalah memperoleh kepastian partai politik yang akan memberinya dukungan. Pihaknya telah menegaskan kepada publik bahwa Sultan adalah simbol perubahan.

Cak Kardi mengemukakan, meskipun saat ini Sri Sultan baru didukung Partai Republikan, tetapi pada Februari 2009 diharapkan sudah ada kepastian dukungan beberapa partai lainnya.

Namun diakuinya bahwa untuk memperoleh dukungan dari partai politik tidak gampang karena banyak partai telah mengelus pimpinannya sebagai bakal calon presiden.

Dalam kaitan ini, pihaknya masih optimistis mengingat adanya "swing voters" yang diperkirakan akan meningkat pada Pemilu 2009.

Jumlah "swing voter" akan tinggi karena adanya krisis tokoh, simbol perubahan yang sudah ada tidak melekat dan isu yang disampaikan tidak mengalami kemajuan.

Dalam situsi seperti ini, figur Sri Sultan diharapkan akan mampu menjadi pilihan publik. "Setidaknya Sri Sultan saat ini sudah tiga besar setelah Yudhoyono dan Megawati," katanya.

Sementara itu, Capres Sutiyoso menyatakan, pemimpin yang ada selama ini hanya ingin mempertahankan kepemimpinan dan melupakan kaderisasi. "Tanpa adanya kaderisasi yang terjadi adalah seperti saat ini dimana pemimpin yang muncul hanya pemimpin karbitan," katanya.

Sutiyoso menyatakan, dirinya selalu melakukan kaderisasi, baik ketika di militer, organisasi maupun menjadi Gubernur DKI Jakarta. "Saya melakukan hal itu ketika saya menjadi Ketua Perbakin, Ketua Perbasi, Ketua PBSI dan Gubernur DKI Jakarta," katanya.

Semua tokoh yang menjadi penggantinya adalah kader yang telah dibina selama ini. Hal itu dapat dilakukannya hanya dalam satu periode saja.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008