Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, menyatakan partai politik memiliki kedaulatan untuk mengajukan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI.
"Jadi, tak ada yang salah dengan keputusan PDIP mengajukan PAW karena wafatnya Almarhum Nazaruddin Kiemas," kata Hasto di sela Rakernas I PDIP di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Minggu.
Baca juga: Soal suap PAW, Hasto: Di luar tanggung jawab PDIP
Baca juga: PDIP minta Harun Masiku menyerahkan diri
Baca juga: Hasto siap penuhi panggilan KPK
Ia mengaku jabatannya sebagai sekretaris telah menandatangani surat ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk pengajuan setiap PAW.
"Itu adalah sah atau legal. Itu merupakan bagian dari kedaulatan partai politik," kata Hasto.
Hasto sempat meluruskan terkait alasan PDIP mengajukan PAW terhadap Harun Masiku sebanyak tiga kali. Kata Hasto, keputusannya hanyalah sekali.
"Jadi keputusan hanya satu kali. Keputusan PAW diputuskan satu kali. Surat menyurat itu legal formalnya memang seperti itu," jelasnya.
Pengajuan itu disampaikan ke KPU. Dan pada tanggal 7 Januari 2020, KPU menolak permohonan tersebut. Ditegaskan Hasto, PDIP menghormati putusan itu.
"Kami juga hormati, kami ini taat pada hukum. Kami ini dididik untuk setia pada jalan hukum tersebut, bahkan ketika kantor partai diserang pun kami memilih jalan hukum," katanya.
Oleh karena itu, PDIP tak bertanggung jawab apabila ada pihak-pihak yang kemudian melakukan negosiasi dalam pengajuan PAW.
"Partai akan memberikan tindakan sesuai dengan instruksi ketua umum dan juga peraturan partai sebagaimana terus kami lakukan," tegasnya.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebagai tersangka penerimaan suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.
KPK juga turut menetapkan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, caleg DPR dari PDIP, Harun Masiku serta seorang swasta bernama Saeful sebagai tersangka.
Penetapan tersangka ini dilakukan KPK setelah memeriksa intensif delapan orang yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (8/1) kemarin. KPK kemudian membeberkan kronologis OTT tersebut.
Dalam perkara ini, KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total sebesar Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.
Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani Tio yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Harun dan Saeful yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap disangkakan dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020