Rio de Janeiro (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengharapkan hubungan kemitraan strategis Indonesia - Brazil bisa membuka peluang Indonesia mengekspor produksi industri kreatif yang saat ini berkembang pesat.
"Ketika diperagakan batik produksi kita, ternyata tanggapan yang saya terima, mereka sangat terkesan, berminat dan ingin tahu lebih banyak lagi. Oleh karena itu, saya telah meminta duta besar dan sekretaris kabinet untuk dipikirkan di Indonesia bersama Kadin, menteri terkait, para pengusaha batik, dan desainer batik untuk bekerja sama," kata Kepala Negara saat jumpa pers sebelum meninggalkan Brazil, di Rio de Janeiro, Kamis.
Dengan kondisi itu, kata Presiden, batik Indonesia diharapkan bisa tampil di kota besar Brazil lainnya, seperti Sao Paolo yang memiliki jadwal `fashion show` besar setiap dua kali setahun.
"Senang rasanya kalau kita bisa menembus pasar di sini dan lebih luas lagi. Dan kalau dimulai dari batik, bisa dilanjutkan dengan kerajinan lainnya sehingga ekonomi kreatif ini yang merupakan sumber ekonomi baru di negeri kita bisa kita pasarkan lebih luas lagi," katanya.
Presiden juga mengharapkan agar para duta besar Indonesia di semua negara bisa lebih proaktif untuk mencari peluang memasarkan produksi Indonesia di negara yang di tempatinya.
"Kita harus lebih proaktif, duta besar harus menjadi `opportunity seeker` di situ kita bisa menembus pasar, harapan kita lebih meragamkan lagi ekspor kita dibanding komoditas yang klasik. Saya tidak tahu apakah kerajinan tangan dan furniture kita bisa dipasarkan di sini. Kalau memang bisa, carilah pasar yang bagus dengan marketing yang bagus.Dengan demikian, makna dari kemitraan strategis terwujud pada manfaat yang lebih besar di waktu yang akan datang," katanya.
Di sektor pertanian, selain perdagangan yang terkait komoditas, Presiden mengatakan Indonesia ingin belajar dari Brazil mengenai produktivitas kedelai dan komoditas pangan lainnya.
"Menteri pertanian kedua negara telah melakukan pembicaraan dan ke depan akan lebih sering. Embrapa (lembaga riset pertanian Brazil) telah saya undang untuk lebih luwes bekerja sama dengan counterpart di Indonesia. Kita ingin betul karena rakyat kita mengonsumsi tahu dan tempe dalam jumlah besar dan rata-rata produksi kita hanya 1,5 ton per hektar. Kita ingin meningkatkan bisa menjadi 2,5 ton per hektar," katanya.
Presiden juga menjelaskan bahwa Indonesia dan Brazil juga telah bertukar pikiran mengenai upaya masing-masing negara mengurangi kemiskinan.
"Di Brazil ada program dompet keluarga, dan program kelaparan nol. Kalau kita dalami sesungguhnya ini memiliki kemiripan yang tinggi, tapi yang ingin kita capai dengan berbagi pengalaman barangkali ada titik tertentu yang bisa dipertukarkan. Ini menarik karena Brazil dengan GDP 1.568 miliar dolar AS, juga masih memiliki masalah kemiskinan dalam negerinya. Jadi tidak keliru kalau kita saat ini dengan gigih mengeluarkan anggaran menjalankan program-program untuk pengentasan kemiskinan," katanya.
Presiden Yudhoyono berada di Brazil sejak 18 Nopember lalu untuk melakukan kunjungan kenegaraan dan pertemuan bilateral dengan Presiden Luiz Inacio Lula da Silva.
Presiden kemudian melanjutkan perjalanannya menuju Lima, Peru, untuk mengikuti pertemuan tingkat tinggi forum Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) Ke-16 hingga 23 Nopember mendatang. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008