"Ya, kalau pemerintah menjamin mereka tidak berbuat seperti itu lagi, diterima pulang, ya silakan," katanya, usai pengukuhan pengurus Lembaga Persahabatan Ormas Keagamaan (LPOK), di Jakarta, Sabtu.
Hanya saja, Said menyarankan pemerintah untuk melihat, mencermati, dan memastikan mereka sudah menyadari kesalahan dan betul-betul menyesal bergabung dengan teroris.
Baca juga: OTT komisioner KPU, PBNU: Yang penting jangan tebang pilih
Pandangan atau pemahaman mereka terhadap sistem kenegaraan juga perlu dipastikan, kata dia, sebab mereka meninggalkan Indonesia ketika itu untuk tujuan membangun khilafah.
Artinya, Said mengatakan mereka selama ini sama saja menolak sistem kenegaraan yang dianut, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan kehilangan semangat nasionalisme.
"Mereka kan meninggalkan Indonesia dalam rangka membangun khilafah di sana. Artinya, sudah menolak nasionalisme, menolak negara kebangsaan," tegasnya.
Akan tetapi, kata Said yang juga Ketua Umum LPOK, jika ternyata WNI itu masih bisa dibimbing, dibina, dan pulang karena terpanggil jiwa nasionalismenya bolehlah dipulangkan ke Indonesia.
Di sisi lain, Said menekankan pemerintah harus betul-betul menangani deradikalisasi agama secara serius, termasuk terkait para WNI di Suriah itu jika dipulangkan ke Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyebutkan ada 187 warga negara Indonesia yang terindikasi terlibat terorisme masih berada di Suriah.
Dari 187 WNI di Suriah itu yang diidentikasi sebagai Foreign Terrorist Fighter (FTF) itu, kata dia, 31 orang di antaranya adalah laki-laki, sementara sisanya kebanyakan perempuan dan anak-anak.
Keberadaan FTF tentu menjadi persoalan di suatu negara sehingga harus dipulangkan ke negara asal, tetapi tentunya membutuhkan pembahasan secara mendalam.
"Itukan harus dibicarakan bagaimana pemulangannya. Kalau dipulangkan berbahaya atau enggak, dan sebagainya," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Baca juga: PBNU desak China hentikan provokasi di perairan Natuna
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020