Jakarta (ANTARA News) - Dirut PT Ustraindo, Praptono H Tjitroupoyo, meminta perlindungan hukum ke Jaksa Agung terkait penetapan tersangka oleh Kejati Banten dalam kasus pengalihan lahan PTPN XI dan penanganan kasus yang tidak transparan.

Permohonan perlindungan hukum itu disampaikan oleh kuasa hukum PT Ustraindo, Iwan Ridwan, ke Kejaksaan Agung (Kejagung), Kamis.

"Kami datang ke sini untuk meminta perlindungan atas penetapan tersangka Dirut PT Ustraindo yang dilakukan Asintel Kejati Banten, padahal seharusnya yang menetapkan itu, adalah, Aspidsus Kejati Banten," katanya.

Kasus itu terkait pengalihan hak tanah milik PTPN XI seluas sekitar 186 hektar di Kecamatan Cisauk, Kabupaten Tangerang, Banten yang kini menjadi kawasan elit Bumi Serpong Damai.

Kuasa hukum PT Ustraindo mengatakan pihaknya mempertanyakan penanganan kasus tersebut yang tidak transparan hingga menetapkan kliennya sebagai tersangka yang tanpa melalui Sprintdik (Surat Perintah Penyidikan).

"Kami mempertanyakan penanganan kasus yang tidak transparan itu," katanya.

Ia membantah keterangan Kejati Banten yang berpendapat bahwa tanah eks PTPN XI tersebut secara hukum, adalah, milik Yarumtani (Yayasan Deptan), sehingga perbuatan kliennya mengalihkan tanah eks PTPN XI kepada pihak ketiga tersebut, dianggap sebagai perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan negara.

Dikatakan, pendapat itu keliru dan sangat merugikan kliennya, karena berdasarkan perjanjian kerjasama antara Yarumtani dengan PT Ustraindo, tanah itu sepenuhnya milik PT Ustraindo sehingga pengalihannya tidak perlu lagi ada izin dari Yarumtani.

"Kami sudah membangun rumah untuk kompleks pegawai Deptan bahkan kami memberikan uang muka, tapi tidak diisi. Tentunya hak kami untuk menjualnya," katanya.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Jasman Pandjaitan mengatakan, pihaknya akan mengecek kebenaran Asintel Kejagung yang telah menetapkan Dirut PT Ustrindo sebagai tersangka.

"Saya akan cek kebenaran Asintel menetapkan sebagai tersangka," katanya.

Kasus itu bermula ketika PTPN XI melalui anak yayasannya, yaitu Rumpun Tani, saat itu, bermitra dengan PT Ustraindo untuk membangun sebuah perumahan bagi karyawan PTPN XI.

Lokasi perumahan itu direncanakan berdiri di atas lahan seluas 20 hektar bekas perkebunan karet milik PTPN XI.

Namun bukannya dibangun, lahan itu dialihkan oleh PT Ustraindo ke perusahaan lain, yakni, PT HIPPI yang kemudian membangunnya menjadi kawasan perumahan elit.

Tindakan PT Ustraindo itu merugikan keuangan negara, hingga triliunan rupiah karena sedianya perumahan itu diperuntukkan bagi kesejahteraan karyawan PTPN XI.  (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008