Aktivitas kriminal pencucian uang tersebut juga merupakan bentuk pengerdilan otoritas negara dan supremasi hukum

Makassar (ANTARA) - Bank Indonesia bersama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menggelar diskusi untuk mengampanyekan upaya memerangi praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme.

"Dalam rangka memperkuat sinergi antarlembaga dalam memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme, maka digelar kegiatan talkshow money laundering," kata Wakil Ketua PPATK Dian Ediana Rae di Makassar, Jumat.

Diskusi yang mengusung tema “Isu Global Tindak Pidana Pencucian Uang di Era Ekonomi Digital” ini merupakan salah satu upaya meningkatkan pemahaman tidak hanya pelaku bisnis dari jasa keuangan, melainkan juga dari pelaku bisnis nonkeuangan (antara lain real estate, pedagang emas, diler mobil).

Baca juga: PPATK incar keanggotaan satgas aksi keuangan antipencucian uang dunia

Selain Dian sebagai narasumber utama, juga hadir narasumber lainnya yakni Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai Sulawesi Bagian Selatan Parjiya, juga Judith LR Panggabean dari PPATK, Komisaris Polisi Budi Hermawan dari Badan Reserse Kriminal Polri dan ekonom Garda T Paripurna dari Departemen Surveilans Sistem Keuangan Bank Indonesia.

Kegiatan tersebut dinilai sangat penting mengingat seiring dengan perekonomian yang terus bertumbuh, teknologi juga mengalami kemajuan pesat, mendorong terciptanya produk dan jasa keuangan baru dengan sistem yang lebih kompleks, bahkan mampu melintasi batas negara yang berpotensi meningkatkan kompleksitas fraud dan kejahatan lintas batas negara.

Disamping itu, di tengah segala manfaatnya, digitalisasi ekonomi turut membawa potensi risiko dimana transaksi keuangan dapat dilakukan untuk tujuan ilegal, seperti pendanaan terorisme dan pencucian uang (money laundering) yang secara langsung mengancam stabilitas ekonomi. Tindak pidana pencucian uang meningkatkan "shadow economy" yang pada akhirnya mempersulit pemerintah untuk mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif.

Baca juga: PPATK targetkan peraturan fintech wajib lapor bakal selesai 2020

Aktivitas kriminal pencucian uang tersebut juga merupakan bentuk pengerdilan otoritas negara dan supremasi hukum, sekaligus bentuk pemerasan terhadap aktivitas ekonomi yang sah.

Oleh karena itu, Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering mengimbau pemerintahan di dunia untuk menerapkan rezim anti pencucian uang.

Dalam rangka mengatasi pencucian uang tersebut terdapat 3 kata kunci yang dapat dilakukan yaitu sinergi antara pemangku kepentingan termasuk regulator, aparat penegak hukum, kepolisian, bea cukai, dan penyedia jasa keuangan perlu melakukan harmonisasi ketentuan dan kebijakan yang bertujuan memerangi pencucian uang dan pendanaan teroris.

Baca juga: PPATK: Pertemuan kontra terorisme fasilitasi ide atasi pencucian uang

Transformasi untuk meningkatkan governance sekaligus transparansi dengan membangun dan meningkatkan sistem pelaporan transaksi keuangan, record keeping, dan sarana verifikasi kepatuhan lembaga terhadap regulasi yang ada.

Inovasi dengan tetap menekankan pada aspek governance dan transparansi yang terjaga. Bank Indonesia pada tahun 2019 telah meluncurkan 5 (lima) visi Sistem Pembayaran Indonesia 2025, salah satunya menjamin keseimbangan antara inovasi dan perlindungan konsumen, integritas dan stabilitas, serta persaingan usaha yang sehat melalui penerapan Know Your Customer (KYC).

Baca juga: Bapepti atur perdagangan emas digital, cegah pencucian uang

Termasuk anti money laundering/combatting the financing of terrorism (AML/CFT) melalui kewajiban keterbukaan untuk data/informasi/bisnis publik, dan penerapan reg-tech dan sup-tech dalam kewajiban pelaporan, regulasi, dan pengawasan.

Melalui sinergi, transformasi dan inovasi tersebut, praktek pencucian uang di Indonesia dharapkan dapat terus ditekan. Menurut Basel Institute on Governance, Indonesia merupakan top five country di 2019 dengan kemajuan tertinggi terkait pengurangan potensi tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Peran Indonesia semakin penting dalam rezim APU PPT secara global. Lebih lanjut, berdasarkan Basel AML Index tahun 2019, resiko terjadinya tindak pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia turun dari posisi 52 teratas pada 2018 menjadi 67 teratas pada 2019, dari sekitar 120 negara yang disurvei.

Baca juga: BI-Filipina kerja sama antipencucian uang
Baca juga: Indonesia dorong kerja sama global cegah pendanaan terorisme

Pewarta: Suriani Mappong
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020