Jakarta (ANTARA News) - Kesadaran para pengusaha untuk menerapkan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) masih rendah, tercatat baru 816 dari total 6.800 SNI digunakan pada produk Indonesia.
"Sekarang ini baru 12 persen dari total 6.800 SNI yang kita miliki digunakan pengusaha. Ini sih sudah lumayan meningkat," kata Deputi Bidang Informasi dan Pemasyarakatan Standarisasi Badan Standarisasi Nasional (BSN), Dewi Odjar Ratna Komala, di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan banyak dari pengusaha yang telah menggunakan ISO menganggap tidak perlu lagi menerapkan SNI. Padahal SNI sendiri lebih terkait dengan standarisasi produk dan jasa.
Menurut dia, sosialisasi yang selama ini dilakukan oleh BSN kepada pengusaha tidak begitu mendapat tanggapan. Karena itulah BSN memutuskan memperkenalkan pentingnya standar ini justru pada konsumen, dalam hal ini masyarakat.
"Kalau standar produk ini dilihat dari kepentingan pasar harusnya SNI diterapkan semua pengusaha, toh ini akan membantu mereka. Alasannya (pengusaha) tidak gunakan ini (SNI) macam-macam," ujar dia.
Lebih lanjut, dia mengatakan, penerapan SNI memang dilakukan secara sukarela tanpa paksaan. Karena jika penerapan standar produk ini dijadikan regulasi dikhawatirkan industri akan "mati".
"Jadi sebelum SNI dijadikan regulasi pemerintah harus menyiapkan industrinya dulu. Kalau tidak industri bisa `mati` karena tidak siap karena tentu akan ada sanksi," katanya.
Oleh karena itu, menurut dia, sosialisasi akan pentingnya standarisasi ini harus dilakukan luas ke seluruh stakeholder yang berkepentingan dengan suatu produk.
Sementara itu, menurut dia, rendahnya kesadaran masyarakat akan standarisasi karena kurangnya informasi akan pentingnya standarisasi produk dan jasa. Daya beli boleh jadi menjadi salah satu penyebab lain rendahnya kesadaran masyarakat terhadap SNI.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008