Jakarta (ANTARA News) - Mantan Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk
Singapura, Mochammad Slamet Hidayat dituntut lima tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi proyek renovasi gedung dan rumah dinas Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura pada 2003 sampai 2004.
Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam surat tuntutan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu malam, menyatakan Slamet Hidayat telah melakukan tindak pidana korupsi secara besama-sama dengan Kepala Adminidtrasi Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Singapura, Erizal.
Slamet Hidayat dan Erizal dijerat dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18
jo pasal 5 (1) huruf b UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.
Tim JPU yang terdiri dari Suwardji, I Kadek Wiradana, Edy Hartoyo, dan Anang Supriyatna juga menuntut Slamet Hidayat membayar denda Rp250 juta subsidiair lima bulan kurungan, serta uang pengganti sebesar Rp981,5 juta.
Dalam kasus itu, Kepala Adminidtrasi Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Singapura, Erizal mendapat tuntutan yang sama.
Sebelumnya, Tim JPU mendakwa Mochammad Slamet Hidayat telah merugikan negara sebesar Rp8,47 miliar dalam proyek renovasi gedung dan rumah dinas kedutaan besar Indonesia di Singapura pada 2003 sampai 2004.
Tim JPU menyatakan Slamet Hidayat juga memperkaya diri sendiri dan orang lain dengan menggunakan dana renovasi tersebut.
Tim JPU memaparkan, awalnya Slamet Hidayat memerintahkan para staf untuk mendata kerusakan di kompleks kedutaan. Inventarisasi kerusakan itu akan digunakan untuk mengajukan usulan AnggaranB Belanja Tambahan (ABT) untuk perbaikan gedung kedutaan, wisma duta besar, wisma DCM, dan rumah dinas.
Alih-alih membuka lelang untuk mencari rekanan, JPU menyatakan, Slamet Hidayat menujuk langsung Lee Ah Kuang, pimpinan Ben Soon Heng Engineering Enterprise, sebagai rekananan tunggal.
Tim JPU menyatakan, terdapat sisa dana sebesar Rp8,47 miliar setelah kedutaan besar Indonesia di Singapura menerima pencairan dana dari Departemen Luar Negeri untuk melaksanakan proyek tersebut."
Sisa uang tersebut kemudian dibagi-bagikan," kata JPU Suwarji.
Menurut tim JPU, sisa uang proyek itu mengalir antara lain ke Slamet
Hidayat sebesar 280 ribu dolar Singapura, Erizal sebesar 120 ribu dolar Singapura, Eddi Suryanto Hariyadhi Dwihardono sebesar 190 ribu dolar Singapura, dan Staf Biro Keuangan Deplu Sutarni sebesar 120 ribu dolar AS.
Mochamad Slamet Hidayat juga didakwa memberikan uang kepada pejabat Departemen Luar Negeri (Deplu) Sudjadnan Parnohadiningrat sebesar 200 ribu dolar AS terkait pengesahan usulan Anggaran Belanja Tambahan (ABT).
Tim JPU menyatakan penyuapan tersebut terjadi dalam kurun waktu
Agustus 2003 sampai September 2004, ketika Slamet Hidayat masih menjadi DutaB Besar Indonesia untuk Singapura dan Sudjadnan menjadi Sekjen Deplu.
Slamet Hidayat awalnya memberikan uang sebesar 100 ribu dolar AS
kepada Sudjadnan pada April 2004 di hotel Four Season Singapura. Slamet Hidayat yat juga memberikan uang 100 ribu dolar AS kepada Sudjadnan secara bertahap dalam kurun waktu Juni 2004 sampai Maret 2006.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008
Kapan KBRI dan 5 KJRI di AS diperiksa?
Kapan KBRI dan 5 KJRI di AS diperiksa?
O ya, untuk tidak ada kesan mencecar Deplu, jangan lupa Kantor para Atase Teknis, termasuk FMS!