"Untuk masyarakat rumah tangga yang memang tidak perlu pegang dolar AS, ya
jangan pegang, kecuali mempunyai anak yang sekolah di luar negeri," kata Sri Mulyani di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, masyarakat perlu memahami mengenai apa yang terjadi di lingkungan global dan kemudian berdampak pada perekonomian nasional.
Tugas pemerintah adalah berusaha, supaya kondisi yang sumbernya dari luar itu, dampaknya bisa diminimalisir.
"Dolar AS ini kan anomali karena sebetulnya perekonomian AS yang diterpa krisis. Kalau negara-negara emerging (berkembang) pada 97-98 seperti Korea, Thailand begitu negaranya tertimpa krisis mata uangnya terdepresiasi, namun kalau di AS kan tidak, begitu diterpa krisis malah dolar AS terapresiasi," katanya.
Menurut Menkeu, sewaktu pertemuan Menkeu-menkeu di Sao Paulo maupun di Washington, masalah itu menjadi perhatian karena karena likuiditas dolar AS yang terbatas.
"Karena itu The Fed dan pemerintah AS diminta untuk melakukan berbagai keputusan yang membuat supply dollar AS menjadi cukup, walaupun masalah intinya bukan pada stoknya yang kurang, tapi karena orang tidak ada yang mau trading, karena tidak ada confidence," katanya.
Ia menyebutkan, dalam salah satu komunike G20 juga ditetapkan adanya langkah yang harus dilakukan untuk mengaktifkan kembali transaksi.
"Confidence global ini yang terus diupayakan sehingga jumlahnya harus ditambah, sehingga dua kombinasi ini diharapkan ada normalisasi yang disebut nilai mata uang itu kembali," katanya.
Menurut dia, depresiasi mata uang negara lain seperti Australia, Thailand, Singapura sudah mencapai 30 hingga 40 persen sementara Indonesia masih dalam batas yang aman.
"Meskipun demikian semua pelaku usaha harus sudah melakukan penyesuaian terhadap tingkat ekuilibrium yang sementara ini," katanya.
Ia mengakui ekuilibrium sementara ini akan menyulitkan kalau menjadi permanen, sehingga secara fundamental yang dilakukan pemerintah adalah mengupayakan peningkatan ekspor meskipun destinasinya menjadi agak sulit.
"Walaupun ekspor kita perbaiki, permintaannya tetap terbatas sehingga alternatif destinasi seperti cina tetap diupayakan," katanya.(*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008
mana mungkin rakyat mo ngikutin saran Mentri kayak gini...
sudah diingatkan ECONIT sejak 2007 Economic Buble tetep ajah Ngeyel Ga Ngaca.....