Brisbane (ANTARA News) - Amrozi, Ali Ghufron dan Imam Samudera hari Rabu (19/11) genap sepuluh hari meninggalkan dunia fana ini. Ketiga terpidana mati kasus Bom Bali 2002 itu pun tak lagi menyita perhatian luas berbagai media cetak dan elektronika Australia.
Namun kematian mereka di ujung peluru regu tembak Polri 9 November lalu ternyata tidak serta merta memupus kekhawatiran pemerintah dan sebagian warga negara itu pada kondisi keamanan Indonesia.
Bagi pemerintah Australia, kekhawatiran pada keselamatan warga negaranya yang akan berkunjung ke Bali maupun daerah-daerah lain di Indonesia sebelum dan setelah eksekusi Amrozi Cs itu tercermin dalam kebijakan peringatan perjalanan (travel advisory) level empat kepada Indonesia.
Alasan utama Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) mempertahankan "travel advisory" level empat tersebut tiada lain adalah kekhawatiran mereka pada "reaksi keras para pendukung Amrozi Cs seperti demonstrasi, aksi kekerasan dan pembalasan" serta "adanya rencana penyerangan kelompok teroris".
Berbekal keyakinan ini, DFAT kemudian meminta para warganya, termasuk anak-anak muda Australia yang baru lulus sekolah dan hendak berlibur ke Bali pada akhir November dan awal Desember 2008, agar meningkatkan kewaspadaan dan menghindari lokasi rawan serangan, seperti pantai, bar, dan pusat perbelanjaan.
Pemberlakuan "travel advisory" level empat yang berarti setiap orang Australia yang hendak berkunjung ke Indonesia diminta "mempertimbangkan kembali" rencana mereka karena alasan keamanan (ancaman terorisme) itu tampaknya tidak akan berubah hingga tahun depan.
Asumsi ini didukung oleh hasil Pertemuan Forum Menteri Australia-Indonesia (AIMF) ke-sembilan di Canberra 12 November lalu. Pada pertemuan tersebut, tidak ada komitmen perubahan dari pihak Australia.
Para menteri kedua negara hanya berjanji untuk terus membuka dialog dalam "semangat kejujuran dan saling menghormati" serta "komitmen bersama bagi penguatan hubungan di tingkat rakyat".
Sejak pemerintah Australia menengaskan kembali pemberlakuan peringatan perjalanan level empat kepada Indonesia dengan mengambil momentum eksekusi Amrozi Cs, maskapai penerbangan nasional Garuda yang beroperasi di kota-kota utama negara itu langsung merasakan dampaknya.
Dampak negatif itu setidaknya dirasakan Manajer Umum Garuda di Perth, Iskandar Basro, dan Manajer Umum Garuda di Darwin, Syahrul Tahir.
Iskandar Basro mengatakan, "travel advisory" itu telah mendorong "cukup banyak" calon penumpang Garuda di Perth meminta penjadwalan kembali (re-scheduling) penerbangan mereka ke Bali hingga enam bulan ke depan sesuai dengan kebijakan umum berbagai maskapai penerbangan di Australia.
Permintaan "rescheduling" penerbangan mereka dari Perth itu terjadi pada November yang merupakan bulan eksekusi Amrozi Cs hingga pertengahan Desember 2008. "Kita belum menghitung jumlah mereka (calon penumpang-red.) secara pasti, tapi kita kategorikan cukup banyak. Kelihatannya mereka bersikap `wait and see` kondisi keamanan. Kita perkirakan hal ini baru `recover` antara dua dan tiga bulan mendatang," katanya.
Kondisi saat ini bertolak belakang dengan situasi sekitar enam bulan sebelum eksekusi Amrozi Cs. Ketika itu, Iskandar mengatakan bahwa penerbangan Garuda rute Perth-Denpasar sudah penuh hingga akhir 2008.
Penuhnya penerbangan Garuda itu merupakan bukti tingginya kepercayaan masyarakat Australia Barat pada Garuda dan Bali sebagai daerah tujuan wisata berkelas dunia yang letaknya relatif dekat dengan Perth, katanya.
Sejak Desember 2006, Garuda melayani 17 kali penerbangan dari Perth dan dalam setiap penerbangan jumlah penumpang, khususnya mereka yang turun di Denpasar, terus terisi penuh.
Selama ini, Garuda yang melayani rute penerbangan Perth-Denpasar-Jakarta dengan jenis pesawat Boeing 737-800 berkapasitas 12 kursi kelas bisnis dan 144 kursi kelas ekonomi.
Pengaruh negatif "travel advisory" level empat yang pemberlakuannya kembali ditegaskan Menteri Luar Negeri Australia Stephen Smith beberapa hari menjelang eksekusi Amrozi Cs itu juga dirasakan Garuda Indonesia yang melayani rute penerbangan Darwin-Denpasar.
Manajer Umum Garuda Indonesia untuk Australia Utara (NT), Syahrul Tahir, mengatakan, sejauh ini pihaknya sudah menerima pembatalan dari dua grup siswa Australia yang hendak berlibur ke Bali untuk keberangkatan 3 November dan akhir November 2008.
"Dua grup anak sekolah di Darwin yang membatalkan penerbangan mereka ke Bali ini berjumlah 24 orang," katanya. Selain mereka, sekelompok siswa Australia lainnya juga terpaksa membatalkan penerbangannya dengan Garuda ke Denpasar pada Desember 2008, kata Syahrul.
Australia merupakan salah satu negara penyumbang turis asing yang besar untuk Bali. Sepanjang 2008, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI menargetkan 380 ribu wisatawan Australia ke Indonesia, terutama Bali. Jumlah ini meningkat dibanding 2007 yang tercatat 314.432 orang.
Dampak negatif "travel advisory" Australia ini akan segera berhenti jika pemerintah dan rakyat Indonesia mampu membuktikan bahwa Indonesia benar-benar aman.
Pengamat pariwisata Bali, I Nyoman Darma Putra, melihat kewaspadaan aparat kepolisian dan masyarakat dalam menjaga keamanan lingkungan masing-masing akan memberi efek positif bagi para turis menjelang tibanya puncak liburan akhir tahun.
"Diharapkan Indonesia, khususnya Bali, aman dari serangan teroris karena kondisi aman ini akan berdampak positif bagi pariwisata. Para wisatawan Australia yang mungkin sempat ragu untuk berlibur ke Bali karena `travel warning` akan kembali menjadwalkan liburannya ke luar negeri, terutama, Bali dalam beberapa hari ke depan," katanya. (*)
Oleh
Copyright © ANTARA 2008