Jakarta (ANTARA News) - Menkumham Andi Mattalatta menyatakan Kejaksaan Agung memiliki wewenang untuk meminta pemblokiran rekening Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Departemen Hukum dan HAM (Depkumham).
Ditemui setelah pembukaan "Legal Expo" di Depkumham, Rabu, Andi tidak menjelaskan apakah pihak Depkumham sudah menerima permintaan pemblokiran rekening Sisminbakum.
Andi menjelaskan, mekanisme Sismimbakum masih tetap berjalan, namun pengeluaran uang yang didapat dari penerapan sistem tersebut dihentikan untuk sementara.
Penghentian sementara pengeluaran uang hasil pungutan Sisminbakum dilakukan untuk memperlancar proses hukum yang sedang berjalan.
Andi menolak mengomentari asas legalitas penerapan Sisminbakum. "Saya tidak akan mendahului proses hukum," katanya.
Meski demikian, Andi menyatakan bahwa sistem tersebut terbukti mempermudah pengurusan badan hukum.
Kejaksaan Agung telah menyidik dugaan korupsi dalam penerapan Sismimbakum. Dugaan korupsi biaya akses bermula sejak tahun 2001 ketika Sisminbakum di Ditjen AHU diberlakukan dan dapat diakses melalui laman "www.sisminbakum.com"
Dalam laman itu ditetapkan biaya akses dan biaya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Biaya akses dikenakan untuk pelayanan jasa pemerintah berupa pemesanan nama perusahaan, pendirian, dan perubahan badan hukum dan sebagainya. Namun biaya akses itu tidak masuk ke rekening kas negara melainkan masuk ke rekening PT SRD dan dana tersebut dimanfaatkan oleh oknum pejabat Depkumham.
Terdapat sekitar 200 permohonan perhari melalui Sisminbakum dari notaris seluruh Indonesia dengan biaya minimal Rp1.350.000 dari satu pemohon.
Pemasukan per bulan dari biaya akses sebelum 2007 sekitar Rp5 miliar dan setelah 2007 meningkat menjadi sekitar Rp9 miliar. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008