Bengkulu (ANTARA News) - Penggunaan bahan kimia industri yang kadangkala digunakan sebagai pewarna makanan jajanan sebaiknya diatur dalam menjaga agar tidak terjadi distorsi dalam penyalurannya.
"Kita tidak ingin bahan kimia untuk industri dijual ke masyarakat kecil yang kemudian dijadikan sebagai pencampur makanan. Untuk itu penjualannya harus diatur dengan tidak memperjualbelikan pada sembarangan orang," kata pejabat balai POM Bengkulu, Zulkifli, di Bengkulu, Selasa.
Ia mengatakan, seperti formalin, rhodamin B, dan bhorax hanya boleh diperjualbelikan untuk industri bukan untuk usaha makanan dan minuman.
Bahan kimia yang seharusnya untuk industri diingatkannya agar jangan sampai masuk ke jalur distribusi makanan.
Ia juga meminta perhatian dari pengelola sekolah dasar supaya peduli dengan penjual makanan dengan memberikan penyuluhan kepada mereka.
"Dengan menjaga kebersihan saja magnitudenya lebih dari 70 persen permasalahan bisa diatasi. Kebiasaan masyarakat kita yang tidak menjaga kebersihan itu yang menyebabkan jeleknya kualitas kesehatan," ujarnya.
Khusus untuk pewarna seperti Rhodamin B, sudah ada tataniaganya yang dikeluarkan oleh Menperin, tapi yang lebih penting lagi tindaklanjut agar area yang di ujung tidak sampai mendistorsi hilirnya.
Kepala sekolah dan guru juga diminta berperan serta dengan memberikan penyuluhan dan nasehat kepada penjual makanan dan minuman di sekolah agar tidak menggunakan bahan kimia bukan untuk pangan.
Dari hasil sampling di SD di Bengkulu, banyak jajanan anak sekolah berupa minuman mengandung bahan pewarna dan tercemar mikroba.
Hasil itu yang mendasari perlunya UU yang mengatur penjualan bahan kimia dan yang terpenting usaha makanan di sekolah jangan sampai dimatikan. Anak-anak perlu makanan tambahan yang bisa dicukupi dari jajanan tapi yang sehat.
Sementara untuk Obat Tradisional (OT) impor yang banyak beredar di Bengkulu dan ada yang belum memiliki kode TI dari instansi terkait agar tidak dikonsumsi, karena kualitasnya dipertanyakan.
"Kalau nantinya masyarakat membeli obat tradisional dari luar tanpa kode TI yang dikeluarkan pemerintah maka bila terjadi sesuatu efek terhadap penggunaan obat itu, tidak akan bisa dikomplain," ujarnya.
Kini banyak OT impor yang beredar di pasaran, baik melalui jalur distribusi yang benar maupun tidak sah. Obat-obatan tradisional dari Cina misalnya, itemnya sangat banyak untuk mengobati berbagai penyakit, sementara khasiat dan kandungannya harus diketahui aparat terkait terlebih dahulu.
Ia menegaskan, apa yang dilakukan masyarakat dengan mencoba menyembuhkan penyakit dengan menggunakan obat tradisional sah-sah saja, apalagi bila secara medis penyakitnya sudah sulit disembuhkan.
Hanya saja, aspek ketelitian serta kejelian melihat OT impor yang sudah memiliki kode TI harus diketahui dan menjadi pedoman bagi warga yang memerlukan.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008