Jakarta (ANTARA News) - Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Perikanan, Bayu Krisnamurthi mengungkapkan adanya kesepakatan porsi penggunaan biofuel atau bahan bakar nabati (BBN) sebesar lima persen dari total penjualan bahan bakar oleh perusahaan pemegang ijin usaha niaga bahan bakar.
"Penggunaan biofuel sekarang sudah disepakati lima persen dari total penjualan," kata Krisnamurthi di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, jika kesepakatan itu terealisir maka sebesar dua juta ton minyak sawit mentah (CPO) pada 2009 akan terserap untuk bahan bakar.
Penyerapan CPO sebesar itu akan membantu mengurangi penurunan tajam harga CPO sehingga dapat membantu petani sawit.
Ia menyebutkan, saat ini Pertamina sudah menjual biosolar/biodiesel di kawasan Jabodetabek, dan direncanakan hingga akhir Desember 2008, Pertamina sudah dapat menyediakan biosolar di semua kota besar di Jawa.
Pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM nomor 32 tahun 2008 antara lain mewajibkan pemanfataan BBN dalam rangka ketahanan energi bagi badan usaha pemegang ijin usaha niaga bahan bakar dan pengguna langsung wajib menggunakan BBN secara bertahap.
Peraturan itu juga mengatur bahwa badan usaha pemegang pemegang ijin usaha niaga bahan bakar dan pengguna langsung bahan bakar dapat diberikan insentif fiskal dan/atau non fiskal sesuai peraturan yang berlaku.
Selain itu juga ditetapkan bahwa harga jual bahan bakar ditetapkan oleh badan usaha yang bersangkutan.
Badan usaha pemegang ijin usaha niaga bahan bakar yang tidak memenuhi ketentuan akan diberikan sanksi administratif sampai ke pencabutan ijin usaha.
Peraturan itu menetapkan pentahapan kewajiban minimal pemanfaatan BBN. BBN jenis biodiesel untuk tranportasi PSO (bersubsidi) sebesar 1 persen (pada 2009), 2,5 persen (2010), dan 20 persen (2025).
Biodiesel untuk transportasi non PSO 1 persen (2009), 3 persen (2010), dan 20 persen (2025). Biodiesel untuk industri dan komersial 2,5 persen (2009), 5 persen (2010), dan 20 persen (2025). Sementara untuk pembangkit listrik sebsar 0,25 persen (2009), 1 persen (2010), dan 20 persen (2025).
BBN jenis bioetanol untuk transportasi PSO berturut-turut 1, 3, dan 15 untuk 2009, 2010, dan 2025. Untuk transportasi non PSO adalah 5,7, dan 15 persen. Untuk industri dan komersial masing-masing 5,7, dan 15 persen.
Sementara minyak nabati murni untuk industri (low and medium speed engine) dan marine sebesar 1 persen (2010) dan 10 persen (2025). Sedangkan untuk pembangkit listrik sebesar 0,25 persen (2009), 1 persen (2010), dan 10 persen (2025).
Menurut Bayu, tidak ada pembatasan jenis bahan baku BBN sehingga terbuka pasar baru bagi CPO, jarak pagar, "nyamplung", dan bahan lainnya bahkan termasuk produk limbah pertanian. Namun harus memenuhi ketentuan spesifikasi teknis dipergunakan sebagai bahan baku BBN.
"Dengan aturan itu diharapkan dalam tahun 2009 diperkirakan akan ada permintaan baru BBN sekitar 1,0 hingga 1,2 juta ton," kata Bayu.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008