Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Kehakiman dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan pembagian dana sisminbakum 60-40 antara Koperasi Pengayoman Depkumham dengan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU), tidak dimasukkan dalam perjanjian bagi hasil dana tersebut.

"Pembagian 60-40 itu, memang tidak dimasukkan dalam perjanjian," katanya seusai menjalani pemeriksaan sebagai saksi dari tiga tersangka kasus dana sisminbakum, di Jakarta, Selasa.

Seperti diketahui, dana sisminbakum itu, 90 persen untuk rekanan PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) dan 10 persen untuk koperasi.

Namun pada kenyataannya 10 persen dari koperasi itu, dibagi lagi 40 persen untuk koperasi dan 60 persen pejabat Depkumham.

Yusril mengatakan dirinya baru mengetahui adanya pembagian itu, setelah kasus sisminbakum mencuat dalam pemberitaan.

"Saya baru mengetahuinya setelah kasus ini mencuat," katanya.

Ia menjelaskan setelah perjanjian sisminbakum antara koperasi , Dirjen AHU dan PT SRD dibahas dan diparaf, namun ketua koperasi mengatakan perlu dipertegas dalam perjanjian itu mengenai pembagian hasil usaha itu.

Koperasi meminta agar pembagian usaha antara koperasi dengan Dirjen AHU.

"Karena ada nota keberatan itu, saya menyampaikan kepada sekjen Depkumham saat itu, Pak Hasanuddin, mencoba untuk undang ketiga pihak untuk menjembatani perbedaan dan keberatan atau usulan," katanya.

"Saya dikatakan menyetujui perjanjian, saya mengatakan tidak bisa, karena sesuai AD/ART koperasi dan perundang-undangan koperasi, kewenangan pembina koperasi (menkumham) tidak bisa memberikan komando," katanya.

Sedangkan mengenai usulan pembagian antara koperasi dengan Dirjen AHU itu, setelah dirinya meminta rekan-rekan Depkumham melihat perjanjian itu.

"Saya baru tahu ada perjanjian yang ditandatangani delapan bulan setelah penandatanganan sisminbakum," katanya.

Kasus itu bermula sejak tahun 2001 (semasa Yusril menjabat sebagai Menkeh dan HAM) sampai sekarang, Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Ditjen AHU, telah diberlakukan dan dapat diakses melalui website www.sisminbakum.com.

Dalam website itu telah ditetapkan biaya akses fee dan biaya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Biaya akses fee itu dikenakan untuk pelayanan jasa pemerintah berupa pemesanan nama perusahaan, pendirian dan perubahan badan hukum dan sebagainya.

Namun biaya akses fee itu tidak masuk ke rekening kas negara melainkan masuk ke rekening PT SRD dan dana tersebut dimanfaatkan oleh oknum pejabat Depkumham.

Permohonan perhari melalui sisminbakum yang dilakukan notaris seluruh Indonesia, adalah, kurang lebih 200 permohonan dengan biaya minimal Rp1.350.000 dengan pemasukkan perbulan sebelum 2007 di bawah sekitar Rp5 miliar dan setelah 2007 sekitar Rp9 miliar.

Dalam kasus itu, Kejagung sudah menetapkan tiga tersangka, yakni, Zulkarnain Yunus dan Romli Atmasasmita (Mantan Dirjen AHU) dan Syamsuddin Manan Sinaga (Dirjen AHU).(*)


Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008