Jakarta (ANTARA News) - Krisis yang saat ini sedang terjadi di Indonesia sebagai imbas resesi ekonomi global dinilai merupakan the beginning atau awal dari sebuah krisis besar yang akan melanda.
"Saat ini bagi Indonesia baru merupakan awal dari datangnya sebuah krisis, belum ditranslate kepada korporat dan pelaku ekonomi kita," kata Dewan Pakar Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), Deswandy Agusman, di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan, saat ini sudah ada beberapa perusahaan yang bergerak di bidang chemical tidak beroperasi tahun ini. Deswandy mencontohkan, dalam pekan ini sebuah perusahaan chemical dengan total revenue Rp2 triliun sudah tidak beroperasi sebab bila diteruskan beroperasi kesulitan keuangan akan semakin melilit perusahaan itu.
"Publik belum ada yang tahu, inilah bedanya situasi kita dengan di Amerika Serikat. Di Indonesia perusahaan kita tidak terbuka," katanya.
Di AS sudah sekitar 20 perbankan dinyatakan kolaps. Akibatnya pasar modal Indonesia menjadi sektor pertama yang terdampak.
Deswandy memperkirakan dalam tiga hingga empat bulan berikutnya sektor riil di tanah air akan terkena impaknya. Ia mencontohkan saat krisis 1997, Thailand terkena krisis pada sekitar Juni 1997 dan krisis baru melanda Indonesia pada sekitar September 1997.
"Jadi kita tinggal tunggu waktu saja sebelum rupiah jatuh secara signifikan," katanya.
Riset ekonom Citigroup, Moh Siong Sim, dalam Asia Macro Views yang dirilis pada 3 November 2008 mengkategorikan Indonesia dalam golongan yang berbahaya.
Analisis memperkirakan cadangan devisa Indonesia dan utang luar negeri yang jatuh tempo perbandingannya 1:1. "Angka perbandingan itu artinya dalam setahun ini dana kita akan habis," katanya.
Menurut riset, Indonesia dapat meminimalisir dampak krisis global bila secepatnya meminta bantuan IMF dalam hal "additional finansial help" sebesar 15,5 milyar dolar AS. Jika hal itu tidak dilakukan maka ekonomi Indonesia terancam kolaps.
Deswandy mengatakan, negara-negara kecil seperti Korea dan Singapura terkait terjadinya krisis global sudah lebih dahulu meminta perlindungan kepada AS. Sedangkan negara-negara besar seperti Rusia dalam tempo dua tahun menyatakan utang-utang korporat dan bank di negara itu dijamin pemerintah.
Menurut Deswandy, meminta bantuan pinjaman kepada IMF merupakan keputusan penuh kontroversi bagi pemerintah. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah mengantisipasi isu-isu politik yang mungkin muncul berkenaan dengan hal itu.
"Soal kemungkinan kita masuk kerangka IMF lagi struktur negoisasinya harus berbeda dengan sebelumnya ketika kita meminta bantuan IMF pada 1998," katanya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008