Kalau impor gas, maka akan ada masalah lain yaitu 'current account'

Jakarta (ANTARA) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebutkan dirinya akan menghindari opsi impor untuk menekan harga gas industri.

"DMO (domestic market obligation atau kewajiban pasok ke dalam negeri) itu penting, sebab bisa menghambat impor. Kalau impor gas, maka akan ada masalah lain yaitu current account. Jika defisit current account meningkat, maka dapat memengaruhi nilai tukar rupiah," katanya di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Menperin: ada negara Timur Tengah tawarkan gas seharga 4,5 dolar AS

Untuk menurunkan harga gas industri, Menteri ESDM juga akan memetakan lokasi sumber-sumber gas di Indonesia dan membuat tata niaganya.

"Sasaran kita sebenarnya justru biar bisa ekspor gas, namun pada tahap satu akan dikejar hasilnya pada Maret 2020," katanya.

Dalam kesempatan berbeda, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai upaya menekan harga gas industri dengan impor adalah kesalahan besar.

"Pilihan impor bagi saya adalah tidak, ini keliru jika untuk menekan harga gas," kata Anggota Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas (2014-2015) itu.

Fahmy menegaskan Indonesia memiliki sumber daya alam gas yang melimpah, sehingga keliru jika sampai diambil opsi impor.

"Secara pragmatis memang bisa saja dapat harga gas yang lebih murah dari impor, sehingga harga turun, tapi yang terjadi jangka panjang adalah dampak buruk," katanya.

Menurut dia, dampak buruk pertama adalah Indonesia akan menjadi ketergantungan impor gas karena harga murah, padahal sumber gas banyak.

Kedua, Indonesia tidak akan bisa memiliki infrastruktur jaringan gas dalam jangka panjang.

"Jangan kambing hitamkan harga gas untuk mahalnya barang sektor industri, belum tentu harga-harga yang lain jadi turun," katanya.

Selain itu, untuk opsi DMO, Fahmy menilai itu sama halnya dengan subsidi.

Ia menilai dampak buruknya adalah PT PGN Tbk akan menanggung kerugian dari dampak tersebut, sebab hanya perusahaan pelat merah tersebut yang memiliki jaringan gas luas.

Kemudian, opsi pengurangan bagian pemerintah sebesar dua dolar AS per MMBTU juga memiliki dampak penerimaan negara akan turun.

"Ya, terobosan penurunan harga gas industri memang seperti memiliki buah simalakama," kata Fahmy.

Secara tegas ia menilai bahwa memperbanyak jaringan infrastruktur pipa gas merupakan langkah yang baik untuk jangka panjang.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mempertimbangkan tiga opsi untuk menuntaskan masalah harga gas industri yang tinggi, yaitu penghapusan porsi penerimaan pemerintah, DMO, dan impor gas.

Baca juga: Presiden beri waktu 3 bulan atasi harga gas industri
Baca juga: Menperin ajukan tiga skenario penurunan harga gas industri ke Presiden

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020