Jakarta (ANTARA) - Sejumlah informasi penting menghiasi berita ekonomi pada Rabu (8/1) mulai dari penyebab harga gas industri mahal hingga kerugian Jiwasraya mencapai Rp6,4 triliun karena penurunan investasi saham.
Berikut rangkuman berita selengkapnya yang masih menarik untuk dibaca.
1. Jiwasraya rugi Rp6,4 triliun
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat kerugian sementara PT Asuransi Jiwasraya karena penurunan nilai saham di produk reksadana yang mereka beli, mencapai Rp6,4 triliun.
Mayoritas dana premi dari produk asuransi dan investasi Jiwasraya yakni JS Saving Plan, diinvestasikan di instrumen saham dan reksadana saham berkualitas rendah.
Berita selengkapnya di sini
2. Timur tengah memanas, maskapai tingkatkan kewaspadaan
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan mengimbau operator penerbangan untuk meningkatkan kewaspadaan guna mengantisipasi kondisi terburuk yang terjadi di beberapa negara di Timur Tengah.
Berita selengkapnya di sini
3. Nelayan Natuna
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para nelayan di Kabupaten Natuna mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan prasarana perikanan yang telah dibangun di daerah itu.
"Urusan perikanan, ini sudah 4 tahun kita siapkan dan kita buatkan ini. Ada manfaat gak sih," kata Presiden Jokowi saat bertemu nelayan di Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu Natuna, Kepri, Rabu.
Berita selengkapnya di sini
4. Investasi bukan urusan kedaulatan
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa China tidak pernah meminta Indonesia untuk menukar kedaulatan negara demi investasi dari China.
"China tidak pernah minta kepada kita supaya menjual antara kedaulatan kita dengan investasi, enggak ada urusan dengan itu. Kedaulatan adalah kedaulatan,” katanya di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu.
Berita selengkapnya di sini
5. Harga gas
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat meradang karena harga gas industri masih mahal atau tak kunjung turun, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menilai infrastruktur jaringan menjadi salah satu penyebabnya.
"Saya kira Indonesia masih belum memiliki jaringan pipa gas yang memadai dengan kebutuhan yang ada, sehingga hal tersebut membuat gas industri masih tinggi harganya," kata Fahmy kepada Antara di Jakarta, Rabu.
Berita selengkapnya di sini
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020