saya tidak pernah berpikir untuk menyerah sebagai guru meski dengan gaji sangat sedikit
Makassar (ANTARA) - Memilih menggeluti profesi dengan suara hati, tentu akan membuahkan kepuasan lahir dan batin, setidaknya itu yang dialami Guru Sekolah Luar Biasa (SLB) Syahrul Hakim (26) yang menghabiskan separuh hari membimbing anak-anak berkebutuhan khusus (difabel).
"Ini sudah saya jalani setiap hari, pulang pergi mengajar di wilayah perbatasan kota Makassar sejak 2015 dengan status guru honorer," kata Syaiful di Makassar, Rabu.
Ia menuturkan, sekolah tempatnya mengajar berada di area di Kelurahan Bulurokeng, Kecamatan Biringkanaya.
Jaraknya sekitar 14 km dari pusat kota dan membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk menjangkaunya.
Baca juga: Aksi seni peran anak berkebutuhan khusus nan memukau
Meski jauh dan bukan jalur kendaraan umum untuk menjangkau tempat mengajarnya, namun Syahrul tetap gigih dan tidak menyerah untuk selalu hadir di tengah anak-anak yang membutuhkan uluran tangan dan didikannya.
Dengan pendekatan personal, lelaki yang baru mengakhiri masa lajang pada Agustus 2019 itu dengan logat khas Makassarnya sangat kental mengaku senang menjalani profesinya ini.
"Beginilah aktivitas sehari-hari saya sebagai pengajar siswa berkebutuhan khusus," kata Syahrul sembari mengimbuhkan, butuh kesabaran ekstra dalam membimbing anak-anak tersebut dengan latar belakang sosial ekonomi yang berbeda-beda.
Menurut dia, profesi yang dipilihnya ini sesuai dengan latar belakang pendidikannya yaitu Strata Satu (S1) Jurusan Pendidikan Luar Biasa di Universitas Negeri Makassar.
Status Syahrul di SLB tempatnya mengajar masih sebagai guru sukarelawan dengan gaji Rp300 ribu per bulan.
Meski cenderung minim, tapi gaji itu sangat disyukuri Syahrul.
"Saya beruntung karena ada sekolah yang mau menggunakan jasa saya, apalagi profesi ini sesuai dengan disiplin ilmu kuliah saya dulu, yaitu guru Pendidikan Luar Biasa," tuturnya.
Menurut dia gaji yang layak tentu sangat diinginkannya, tapi yang utama baginya adalah kesempatan untuk mengaktualisasikan ilmu yang didapatnya semasa kuliah.
"Sekolah ini adalah wadah bagi saya untuk menerapkan ilmu yang didapatkan di kampus dulu. Ilmu yang saya terapkan tiap hari bagi siswa dan selalu diulang-ulang, Insya Allah akan awet. Jadi saya tidak pernah berpikir untuk menyerah sebagai guru meski dengan gaji sangat sedikit," tutur anak sulung dari tiga bersaudara ini.
Di tengah keterbatasan penghasilan sebagai guru sukarelawan, Syahrul merasa sangat beruntung bisa bergabung sebagai mitra pengemudi GrabBike. sebagai pengemudi (driver) ia dapat menambah penghasilan dengan pendapatan mencapai Rp3juta sebulan, dan ia tetap bisa menjalani profesinya sebagai guru.
"Manfaat yang sangat saya rasakan sebagai mitra GrabBike adalah waktu kerjanya yang fleksibel, sehingga masih tetap mengajar di sekolah pukul 08.00 WITA hingga pukul 12.00 WITA, setelah itu bisa open trip," katanya.
Baca juga: Penyandang down syndrom unjuk kebolehan menariDengan demikian, lanjut dia, tak ada yang ditinggalkan, antara passion sebagai guru maupun kesempatan untuk mendapatkan penghasilan yang cukup.
Dalam menjalani pekerjaan sebagai pengemudi GrabBike, Syahrul juga kerap membahas perihal anak berkebutuhan khusus kepada mitra dan teman sesama pengemudi ojek online (daring).
"Saya sering berbincang dengan pelanggan, berusaha bersikap ramah kepada mereka. Itu cara saya untuk memberikan pelayanan yang baik," katanya.
Ia mengatakan, sering dalam obrolan itu dia mengungkapkan profesinya yang lain sebagai guru SLB, bahkan tidak jarang memberikan pemahaman kepada mitra tentang sikap menghadapi anak berkebutuhan khusus dan juga mengajak pelanggan untuk tidak menggunakan istilah autis dalam candaan, karena selain orangtua dari anak berkebutuhan khusus, itu sangat melukai juga perasaan para guru SLB.
Syahrul juga mengisahkan saat diajak oleh temannya menjadi mitra pengemudi Grab tahun 2017 silam, mengaku khawatir akan menemui kesulitan. Meski sudah sarjana dan paham teknologi, tapi belum tahu seluk beluk Grab. Ada muncul rasa takut. Takut tersesat dan lainnya.
“Dulu kan belum paham sistem kerja Grab. Tapi ternyata, teknologinya sangat mumpuni, pokoknya semua jadi mudah. Misalnya, GrabChat dengan fitur foto dan pesan suara, dan juga penyamaran nomor telepon supaya pengemudi dan penumpang merasa aman. Semuanya sudah disiapkan buat kita. Sisanya hanya kemauan," ujarnya.
Profesi sebagai guru SLB maupun driver GrabBike, kerap mendapat cibiran dari orang sekitarnya, namun lelaki bersahaja ini tak pernah gentar dan tetap bersemangat dalam menjalaninya.
"Ada banyak yang nyinyir dengan pekerjaan saya sebagai tukang ojek, sementara saya kan sarjana. Saya sih tidak masalah yang penting pekerjaan ini sangat menolong kehidupan saya dan juga halal," ucapnya.
Menurut dia, dua profesi ini dapat diselaraskan, dengan menjadi driver dia dapat membantu menyosialisasikan upaya memahami anak-anak berkebutuhan khusus pada pelanggan yang nota bene adalah dari berbagai kalangan masyarakat.
"Kita sebagai anak muda tidak boleh menyia-nyiakan peluang, Grab memberikan peluang untuk berpenghasilan yang layak, harus dimanfaatkan," terangnya.
Apalagi Syahrul yang mendirikan komunitas ojek online yang telah mendapatkan pengakuan resmi dari Grab, yaitu Komunitas Lintas Sudiang (KLS). Melalui komunitas ini dia juga dapat mengkampanyekan untuk peduli pada anak-anak berkebutuhan khusus yang juga memiliki hak seperti anak-anak normal lainnya.
Syahrul merupakan satu dari lima juta wirausahawan mikro yang tergabung dalam ekosistem Grab di Indonesia. Berdasarkan temuan riset, Tenggara Strategics dan CSIS mengestimasi bahwa Grab berkontribusi sebesar Rp4,2 triliun ke perekonomian Kota Makassar pada tahun 2018.
Baca juga: Masyarakat diajak tingkatkan peduli anak berkebutuhan khusus
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020