Jakarta (ANTARA News) - Pengamat pertanian mengusulkan kepada pemerintah untuk menerapkan harga pembelian pemerintah (HPP) bagi gabah/beras premium selain yang sudah ada yakni HPP untuk gabah/beras jenis medium. Peneliti Ekonomi Pangan dan Perdesaan, Husein Sawit di Jakarta, Minggu mengatakan, penerapan HPP untuk gabah/beras medium dan premium atau HPP Multikualitas tersebut akan memicu peningkatan kualitas gabah dan beras petani. "Saat ini untuk satu jenis kualitas gabah/beras antara provinsi satu dengan provinsi yang lain beda," katanya. Dengan perbedaan kualitas tersebut, tambahnya, mengakibatkan harganya juga tidak sama padahal jenis berasnya sama. Padahal, seharusnya untuk beras yang sejenis serta memiliki kualitas yang sama tidak ada perbedaan harga antara satu daerah dengan daerah lainnya. Menurut dia, beberapa negara seperti China, India, Pakistan, Thailand maupun Iran sudah menerapkan HPP Multikualitas. Dia mencontohkan, HPP Multikualitas di Thailand untuk beras dengan kadar patah 5 persen pada 2001 sebesar 119 dolar AS/ton pada 2003 sebesar 132 dolar AS/ton dan pada 2006 mencapai 179 dolar AS/ton. Sementara itu untuk beras 100 persen bagus harganya 122 dolar AS/ton pada 2001, kemudian 134 dolar AS pada 2003 dan pada 2006 ditetapkan 182 dolar AS/ton. Di India untuk beras kualitas umum atau medium ditetapkan sebesar 174 dolar AS/ton sedangkan grade A mencapai 181 dolar AS/ton pada 2007. Sedangkan di China harga beras Indica pada 2005 ditetapkan sebesar 192 dolar AS/ton dan beras Japonica 200 dolar AS, sementara pada 2008 masing-masing 207 dolar AS/ton dan 211 dolar AS/ton. Husein Sawit mengatakan, di Indonesia tidak perlu diterapkan HPP Multikualitas tersebut pada seluruh kualitas gabah/beras namun cukup untuk medium dan premium. sementara itu Staf Ahli Menteri Pertanian, Kaman Nainggolan menyatakan, saat ini belum perlu dilakukan penerapan HPP Multikualitas untuk gabah dan beras petani karena secara kuantitas gabah/beras premium yang dihasilkan petani masih rendah. "Kalau hanya sedikit (gabah/beras kualitas tinggi) tidak perlu diintervensi pemerintah," katanya. Mantan Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Deptan itu mengatakan, lebih baik yang harus dilakukan pemerintah saat ini adalah fokus ke gabah dan beras medium karena tingkat konsumsinya tinggi. Sedangkan Ketua KOntak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menyatakan, jika pemerintah berniat melakukan ekspor beras harus diawali dengan penerapan HPP Multikualitas. Di Indonesia, tambahnya, satu jenis kualitas gabah/beras berbeda-beda antar daerah sehingga menyulitkan untuk mendapatkan mutu yang seragam dan standar. "Jika untuk ekspor maka kualitas satu jenis beras antar daerah satu dengan yang lain harus sama," katanya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008