Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia (BI), Boediono menegaskan peraturan mengenai pembelian valuta asing yang terbaru bukanlah untuk membatasi perdagangan dan pihaknya tetap berkomitmen terhadap kebijakan rezim devisa bebas. "Kita tetap committed kepada rezim devisa bebas," kata Boediono dalam kobnferensi pers di Jakarta, Jumat. Ia mengemukakan hal itu menanggapi pertanyaan wartawan seputar penerbitan peraturan dalam pembelian valuta asing yang meminta adanya dokumen yang mendasari transaksi pembelian valas senilai di atas 100 ribu dolar AS setiap bulannya. "Itu (peraturan tersebut), upaya meluruskan prosedur, untuk mengetahui kemana (valas tersebut akan dipakai), siapa, dimana dan untuk apa devisa tersebut digunakan, informasi ini yang kita tidak punya, kita sangat bebas. Kita tidak melarang penggunaan dan pemilikan devisa (valas)," katanya. Menurut dia, informasi tersebut diperlukan untuk mengetahui serta lebih mengenal dan mengetahui informasi kebutuhan devisa yang dipergunakan. BI menerbitkan peraturan pembelian valuta asing dengan rupiah kepada bank untuk menjaga keseimbangan permintaan dan pasokan di pasar valas, mengurangi tekanan berlebihan terhadap nilai tukar rupiah dan meminimalkan terjadinya spekulasi terhadap rupiah pada Kamis, (13/11). "Pengaturan ini kita tegaskan tetap berlandaskan pada sistem devisa bebas," kata Deputi Gubernur Senior BI, Miranda S Goeltom. Peraturan tersebut menyatakan pembelian valas oleh pelaku ekonomi selain bank, yaitu nasabah individual, badan hukum Indonesia dan pihak asing yang jumlahnya melebihi 100 ribu dolar AS per bulan diharuskan melaporkan alasan yang mendasari transaksi. "Khusus bagi nasabah individual dan badan hukum Indonesia diwajibkan melampirkan nomor pajak wajib pajak (NPWP)," katanya. Sementara untuk pihak asing, aturan itu hanya mengatur pembelian di pasar spot. Ia mencontohkan bila seseorang melakukan pembelian barang dalam bentuk dolar senilai lebih dari 100 ribu dolar AS, maka dia harus memberikan dokumen mengenai hal itu kepada bank. "Misalnya bayar apartemen, atau sebagainya, harus menunjukan dokumennya kepada bank tempat ia membeli valas," katanya. Ia menegaskan, tidak ada keinginan untuk membatasi. "Hanya kita ingin agar pembelian valas tersebut sesuai kebutuhan, tidak menjadi spekulasi," katanya. Menurut dia, aturan yang diterbitkan melalui PBI no 10/28/PBI/2008 tersebut akan diberlakukan mulai Kamis (13/11). Sementara itu pemberian sanksi bagi pelanggar aturan ini akan dimulai di atas 1 Desember 2008. "Kita beri waktu penyesuaian," katanya, seraya menambahkan sanksi berupa denda. Aturan ini diberlakukan karena situasi saat ini di dunia sedang mengalami krisis likuiditas yang ketat karena adanya aliran dana dari berbagai negara ke AS. Pengamat ekonomi Tony A Prasetyantono mengatakan, peraturan tersebut tidak efektif bahkan kontraproduktif sebab justru akan merepotkan bank dan juga membuat panik masyarakat, sehingga mereka yang memiliki dana dalam bentuk valas segan membawa masuk ke Indonesia, karena khawatir sulit untuk menukarkan dalam bentuk dolar lagi. Sementara itu, saat ini rupiah saat ini masih terus tertekan. Nilai tukar rupiah terhadap berbagai mata uang dunia kembali mengalami pelemahan cukup dalam. Rupiah terhadap dolar AS hingga pukul 10.20 WIB, mengalami pelemahan sebesar 300 basis poin (bps) di posisi Rp11.800 per dolar AS dibanding penutupan sebelumnya di Rp11.500 per dolar. Berdasarkan kurs nilai tengah Bank Indonesia, hari ini rupiah mengalami penguatan menjadi Rp11.783 per dolar AS. Sebelumnya sejak Senin hingga Kamis rupiah terus tertekan. Pada Senin (10/11) rupiah berada di level Rp11.000 per dolar AS, dan terus meningkat hingga mencapai Rp11.913 per dolar AS pada Kamis (13/11). (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008