"Akar serabut vetiver yang mempunyai nama latin Chrysopogon zizanioides dan nama lokal akar wangi mampu menembus ke dalam tanah hingga 2-4 meter dan mengikat partikel-partikel tanah," kata Titut kepada ANTARA, Jakarta, Senin (7/1).
Vetiver atau akar wangi atau narwastu yang merupakan sejenis rumput yang berasal dari India memiliki batang yang kaku dan keras. Jika ditanam, tumbuhan dari family Poaceae ini tumbuh seperti pagar yang rapat dan mampu menahan aliran air permukaan.
"Dengan permukaan tanah yang ditanami vetiver akan terlindungi dari gempuran air hujan yang deras," tuturnya.
Tanaman vetiver toleran tumbuh pada ketinggian 500-1.500 meter di atas permukaan laut, dengan suhu 17-27 derajat celsius dan curah hujan 500-2.500 mm per tahun. Tapi, akar wangi juga bisa tumbuh di lahan marginal, kering dan tercemar.
Sejak tahun 2000, vetiver sudah dikembangkan di Indonesia. Badan penelitian dan pengembangan pertanian sudah banyak melakukan penelitian tanaman tersebut baik untuk produksi minyak atsiri maupun sebagai tanaman pencegah erosi dan longsor.
"Bahkan sistem vetiver sudah punya jaringan internasionalnya," ujar Titut.
Titut mengatakan penggunaan sistem vetiver untuk pencegah longsor dan erosi sedang diterapkan di beberapa daerah di Bali, salah satunya di Desa Ban lereng timur Gunung Agung. Upaya pemanfaatan teknologi vetifer ini juga diaplikasikan di daerah hamparan kali Ciliwung Depok pada 2013.
Vertiver memang belum menjadi invasif, tetapi karena jenis ini merupakan tanaman eksotik maka pengembangannya harus hati-hati supaya tidak menjadi tanaman invasif yang akan merusak ekosistem alami.
"Selama tanaman ini tidak.dipanen akarnya untuk minyak atsirinya, dia dapat digunakan sebagai pencegah longsor," tuturnya.
Titut menuturkan sebaiknya tanaman vetiver ditanam saat awal musim hujan sehingga pada umur 2-3 bulan sudah dewasa.
Vetiver bisa ditanam dengan tanaman penutup tanah yang lain yang memiliki pertumbuhan lebih cepat seperti dari jenis polong-polongan karena pertumbuhan vetiver yang ke atas. Sehingga diharapkan sebelum vetiver tinggi, tanah sudah tertutup oleh tanaman penutup tanah lain yang tumbuh melebar.
Ditumpangsari dengan rumput gajah ataupun tanaman sayur-sayuran juga sudah pernah dicobakan. Hasil penelitian menunjukkan karena sistem perakarannya yang dalam bisa memompa unsur hara ke atas supaya bisa digunakan oleh tanaman selanya seperti sayur-sayuran.
Peneliti ekologi dari Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya LIPI Sutomo menambahkan tanaman vetiver akan lebih baik ditanam dengan dikombinasikan bersama rumput gajah untuk menjaga stabilitas tanah dan mencegah erosi dan longsor.
Rumput gajah memiliki kerapatan akar 0,45 kg/m³ dan rasio luas akar 0,21 dan laju pelepasan partikel tanah relatif 0,52.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Friska Siregar dari Universitas Andalas pada 2019 dengan judul penelitian Efektivitas Rumput Vetiver (Vetiveria zizanioides L), Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) dan Rumput Raja (Pennisetum tydoides) dalam Mengendalikan Erosi pada Ultisol, penanaman rumput vetiver, rumput gajah dan rumput raja sangat efektif dalam mengendalikan erosi pada tanah ultisol.
Baca juga: BNPB siapkan 10.000 bibit tanaman vetiver antisipasi longsor
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2020