Denpasar (ANTARA News) - Direktur Promosi Luar Negeri Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) I Gde Pitana menyatakan berat untuk bisa mencapai target kunjungan tujuh juta wisatawan mancanegara dalam tahun 2008.
"Saya katakan bukan tidak mungkin, tetapi dalam kondisi sekarang ini cukup berat," katanya di sela-sela peluncuran buku biografi Jero Wacik di Sanur, Bali, Kamis malam.
Disebutkan bahwa berdasarkan data selama Januari-September 2008, jumlah kunjungan secara nasional baru tercapai 4,57 juta wisman, 1,4 juta orang di antaranya ke Bali.
Tantangan terbesar mencapai target kunjungan tujuh juta wisman bukan akibat krisis finansial global atau dampak terorisme, tetapi terutama justru disebabkan kekurangan tempat duduk (seat) penerbangan.
Selain itu pengaturan sistem penerbangan yang berpusat di Singapura, Malaysia dan Australia, juga banyak merugikan Indonesia, karena membuat banyak wisatawan terhambat hingga berjam-jam.
Menurut Pitana, meski sudah ada penambahan penerbangan tujuan Indonesia, namun turis dari berbagai negara hingga kini masih kesulitan mendapatkan "seat" tujuan Bali.
Seperti penerbangan dari beberapa kota di Australia, ada yang harus menunggu 11 jam di Singapura atau diputar dulu ke Malaysia, baru ke Bali.
Belum lagi kesulitan penerbangan dari Selandia Baru, padahal cukup banyak wisatawan dari negara tersebut yang menginginkan berlibur ke Pulau Dewata.
Kesulitan dan hambatan penerbangan tersebut, perlu segera di atasi melalui peran Departemen Perhubungan dengan maskapai penerbangan, pihak terkait di sejumlah negara dan institusi internasional.
Selain itu, agen perjalanan kini juga terbentur keterbatasan jumlah kamar hotel berbintang tiga, empat dan lima di Bali. "Anda tahu, sekarang ini kamar hotel-hotel itu sudah habis dipesan sampai 17 Januari 2009," ucapnya.
Pitana juga menceritakan pengalaman baru kesulitan mendapatkan kamar hotel yang diinginkan, sehingga bersama rombongan peluncuran buku tersebut terpaksa menginap di sebuah sarana akomodasi sederhana di kawasan Pantai Sanur.
"Saya pun sebagai pejabat tak berhasil mendapatkan kamar yang layak. Di Kuta, Nusa Dua, maupun hotel-hotel terbaik di Sanur sudah penuh," ujarnya.
Melihat kenyataan itu, ia menyarankan perlunya merenovasi kamar-kamar hotel yang ada menjadi lebih baik, sehingga tidak harus melakukan investasi baru yang dikhawatirkan mempercepat kerusakan alam dan lingkungan Bali.
"Kekurangan kamar bagus tak mesti disikapi dengan membangun hotel baru. Tingkatkan saja kamar-kamar hotel yang ada hingga menjadi lebih layak," tambahnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008