Jakarta (ANTARA) - Pembangunan waduk di dalam kota oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus dilanjutkan untuk mengantisipasi banjir dari luapan sungai.
Kepala Dinas Sumber Daya Alam (SDA) DKI Jakarta, Juaini Yusuf di Jakarta, Senin petang, mengatakan,Jakarta idealnya memiliki sekitar 118 waduk, di samping penataan sungai, yakni normalisasi ataupun naturalisasi.
"Sebenarnya kan dua-duanya perlu. Ya, sungai untuk memperlancar arus, waduk kan untuk menambah daya tampung. Dua-duanya penting," ujar Juaini.
Pembangunan waduk dalam kota itu, kata Juaini, demi melengkapi upaya pengendalian banjir dari pemerintah pusat lewat proyek Bendungan Ciawi dan Sukamahi.
"Kalau dua waduk itu selesai 2020 itu sangat membantu. Kami sangat berterima kasih juga ke Bapak Presiden. Karena akan sangat membantu genangan yang selama ini ada," katanya.
Baca juga: Anies: Hanya 15 persen wilayah Jakarta kebanjiranSelain itu, kalau semua waduk di Jakarta beroperasi akan sangat membantu. Tapi semua sungai juga harus berfungsi.
"Sekarang masih ada yang pembebasannya, masih separuh jalan," ujarnya.
Pada tahun 2020, Pemprov DKI Jakarta akan fokus pada pembangunan Waduk Brigif (aliran Kali Krukut), Waduk Pondok Ranggon (aliran Kali Sunter) dan Waduk Cimanggis (aliran Kali Cipinang).
Pada 2020, proyek antisipasi banjir lainnya yang akan berjalan selain pembangunan waduk adalah proyek Sodetan Kampung Walang Ancol (aliran Kali Ciliwung Lama) serta Tanggul Pengaman Pantai Kali Kamal.
Pembangunan waduk/situ/embung pada tahun 2020 itu dalam dokumen APBD tercatat terbagi menjadi tiga sistem aliran, yakni aliran timur, tengah dan barat.
Baca juga: Pemprov DKI antisipasi warga ajukan gugatan "class "action" banjir
Pembangunan waduk sistem aliran timur dianggarkan Rp15 miliar, adapun aliran tengah sebesar Rp40 miliar.
Sementara untuk revitalisasi waduk yang akan berjalan tahun 2020 adalah aliran barat sebesar Rp15,4 miliar dan aliran tengah Rp15 miliar. Terakhir, pengamanan lahan waduk sistem aliran timur dianggarkan Rp13,7 miliar.
Kendati memiliki rencana demikian, Juaini menjelaskan, Pemprov DKI memiliki kendala terbesar ada pada pembebasan lahan. Pemprov DKI Jakarta mengambil langkah yang sangat berhati-hati terhadap administrasi dan proses negosiasi ke masyarakat karena terkait ahli waris tanah berganda atau ketidaksesuaian data luasan lahan dengan sertifikat.
"Kalau kami beli tanah nih, kan suratnya harus jelas. Masyarakat sendiri kadang-kadang sudah jelas suratnya, tapi setelah melalui peta bidang oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), ada masyarakat yang tidak mau, 'kok tanah gue segini'," katanya.
Akhirnya diukur ulang dan dicocokkan. "Itu kadang membuat lambat," tuturnya.
Baca juga: DLH kerahkan kekuatan penuh untuk bersihkan sisa banjir
Upaya pada 2019 seperti membangun 1.000 titik sumur resapan, pengerukan 250 saluran penghubung (PHB), 20 sungai dan lima waduk (Pluit, Melati, Teluk Gong, BPP Poncol dan Embung Cendrawasih) serta pembangunan polder untuk pompa di dua lokasi.
Sementara upaya jangka pendek menghadapi puncak musim hujan 2020 yang diprediksi berlangsung hingga Maret, Juaini menyebutkan bahwa Pemprov DKI masih akan mengandalkan pompa mobile untuk memecah debit air.
"Pompa-pompa yang ada juga kami cek lagi, kalau kira-kira bermasalah kami tangani secepatnya. Kemarin kami temui PHB yang ke sungai memang ada yang terhambat, sementara sungainya sudah meluap," katanya.
"Jadi kemarin kita memang sangat mengandalkan pompa mobile. Itulah yang kita keluarkan lagi di semua titik di lima wilayah Jakarta," kata Juaini.
Baca juga: 27.000 siswa masuk pada hari pertama di sekolah terdampak banjir
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020