Pontianak (ANTARA News) - Departemen Luar Negeri mengatakan masih menemukan pemerintah daerah yang membuat kerjasama dengan pihak asing namun dapat merugikan Indonesia dalam jangka panjang."Ada beberapa daerah," kata Sekretaris Ditjen Informasi dan Diplomasi Publik Deplu, Elias Ginting di Pontianak, Kamis.Menurut dia, salah satunya ada di Papua. Pemerintah daerah membuat perjanjian dengan China. Terhadap temuan itu, Deplu melakukan pendekatan ke pemerintah daerah dimaksud untuk menjelaskan kemungkinan yang akan terjadi. "Sedangkan dengan negara yang membuat perjanjian kerjasama, melalui Kedutaan Besar RI," kata dia. Ia mengatakan, dalam menjalin kerjasama dengan pihak asing, Indonesia mempunyai aturan hukum yang tercantum di UU No 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan UU No 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. "Aturan itu ada supaya kita tidak dirugikan dan demi kepentingan nasional," kata Elias Ginting. Kepala daerah baru berhak menandatangani perjanjian dengan pihak asing setelah mendapat hibah kewenangan dari Menteri Luar Negeri. Ia menegaskan, Deplu sangat mendukung pemerintah daerah melakukan kerjasama dengan pihak asing. "Tapi ada rambu-rambu yang harus dipatuhi," kata Elias Ginting. Ia menambahkan, bisa saja terjadi persepsi yang berbeda antara pemerintah pusat dan daerah dalam wacana perjanjian kerjasama dengan pihak asing. "Daerah mungkin melihat sebagai peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tapi pemerintah pusat melihat jangan sampai terjebak yang dapat merugikan Indonesia di masa mendatang," katanya. Namun, lanjut dia, tidak menutup kemungkinan pemerintah pusat hanya melihat dari satu persepsi saja. "Pemerintah pusat juga membutuhkan masukan-masukan dari daerah," kata Elias Ginting. Program "sister city" dan "sister province" dengan pihak asing menjadi salah satu bentuk kerjasama yang diharapkan dapat menggali potensi-potensi daerah. "Masalah-masalah yang mungkin muncul dapat diselesaikan secara `kekerabatan`, sesuai konsep awal hubungan," kata Elias Ginting.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008