Jakarta (ANTARA News) - Kasus dugaan kecurangan tender pengelolaan proyek LNG di Donggi-Senoro, Sulawesi Tengah, bisa mempengaruhi iklim investasi di Indonesia terutama di sektor pertambangan karena tidak adanya jaminan kepastian usaha saat melakukan investasi. "Pasti akan berpengaruh (kasus LNG Senoro terhadap iklim investasi)," kata Kuasa Hukum PT LNG Energi Utama (LNG EU) Rikrik Rizkiyana, di Jakarta, Kamis. LNG EU telah melaporkan dugaan kasus tersebut ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Dugaan kecurangan itu disinyalir dilakukan dengan memanfaatkan informasi rahasia milik LNG-EU, untuk berkompetisi pada tender proyek di ladang gas tersebut, pada September 2006. Ia mengkhawatirkan, kasus itu bisa menjadi preseden buruk. Rikrik mengharapkan ada kebenaran dalam kasus tersebut sehingga iklim investasi makin baik. Secara etis, kata Rikrik, perusahaan yang ditunjuk untuk melakukan `due diligence` terhadap LNG EU maka tidak layak mengikuti tender dalam proyek yang sama. "Perusahaan itu mengetahui semua estimasi biaya yang disusun klien kami," katanya. Rikrik mengatakan, kliennya juga kaget karena ada tender lagi terhadap proyek tersebut padahal sebelumnya LNG EU sudah mempunyai perjanjian. Rikrik mengatakan, kliennya telah melakukan investasi dan hal itu harus dihormati. "Apalagi kami sudah mengeluarkan dana yang tidak sedikit seperti untuk studi proyek dan juga amdal (analisa mengenai dampak lingkungan)," katanya. Rikrik mengatakan bahwa pada 17 Oktober, KPPU telah meminta klarifikasi kepadanya mengenai laporannya. Pada kesempatan itu, KPPU meminta rincian laporan termasuk kronologis dan sebagainya. Selanjutnya, kata Rikrik, KPPU akan menganalisa serta jika perlu memanggil pihak-pihak yang terkait untuk dimintai keterangan. Rikrik mengharapkan apa yang menjadi harapan kliennya bisa disampaikan oleh KPPU kepada pihak yang terlapor. Ia mengatakan, selama proses klarifikasi memang dimungkinkan dilakukan penyelesaian kasus di luar pengadilan. Rikrik mengatakan, sebenarnya sejak semula kliennya ingin agar kasus tersebut diselesaikan dengan cara "duduk bersama" atau secara musyawarah.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008