Aku melihat api datang seperti badai. Sangat cepat dan susah untuk digambarkan
Sydney, Australia (ANTARA) - Saat John Aish dan partnernya Jenny Shea berpikir bahwa mereka telah bebas dari bencana api yang menghabiskan kedua rumah mereka di Australia bagian tenggara pada perayaan tahun baru, suatu bola api yang bergemuruh kembali menyerang dan memaksa mereka untuk melarikan diri.
Bencana itu memisahkan Aish dan Shea hingga keesokan paginya. Mereka sekarang mengungsi di dekat Cobargo, sekitar 10 kilometer dari kampung halaman mereka di Wandella.
"Kami berusaha sekuat mungkin. Kami pikir kami sudah benar-benar terbebas dari apinya, namun bola api yang besar datang dan aku berkata kepada anak-anak 'ayo kita harus pergi'," ucap Shea pada Reuters.
"Beruntung kami berhasil keluar selagi bisa."
Api sudah melanda lebih dari 8 juta hektar lahan pada musim panas dan api ini. Wilayah yang terbakar itu seluas negara Austria, di mana api meratakan ribuan bangunan dan membuat beberapa kota kehilangan akses listrik dan jangkauan jaringan telepon.
"Semuanya sudah hilang. Kami tidak memiliki apa-apa," kata Aish.
Baca juga: Hujan sedikit meredakan krisis kebakaran hutan di Australia
Baca juga: Joaquin Phoenix menangkan Golden Globe, singgung kebakaran Australia
Pada Senin, polisi mengonfirmasi mengenai kematian seorang pria berumur 71 tahun di selatan pantai negara bagian New South Wales. Pria itu sudah dilaporkan menghilang pada 31 Desember, dan sekarang jumlah korban tewas menjadi 25 orang.
Di antara para korban meninggal dua orang adalah tetangga dari Aish dan Shea, yakni seorang ayah dan anak, yang meninggal pada malam terjadinya bencana kebakaran tersebut.
"Aku melihat api datang seperti badai. Sangat cepat dan susah untuk digambarkan," Aish mengatakan pada Reuters untuk menjelaskan seperti apa api tersebut.
"Suaranya seperti jet, mesin jet yang suaranya terus membesar dan membesar, dan gemuruh angin dan semacamnya."
Sumber: Reuters
Penerjemah: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020