Jakarta (ANTARA) - Mantan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten Djadja Buddy Suhardja mengakui rutin menyetorkan uang ke Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan Wakil Gubernur Banten saat itu Rano Karno.
"Pemberian untuk Ratu Atut ada, saya berikan setiap tahun, kisarannya antara Rp100 juta - Rp250 juta," kata Djadja dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Baca juga: Wawan biayai pilkada Airin dan Atut
Baca juga: Ratu Atut divonis 5,5 tahun penjara dan denda Rp250 juta
Baca juga: Jaksa sebut Rano Karno terima dana alkes Banten
Djadja menjadi saksi untuk terdakwa Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan yang merupakan adik dari Ratu Atut Chosiyah. Wawan didakwa melakukan korupsi terkait pengadaan alat kesehatan di Tangerang Selatan tahun anggaran 2012 yang merugikan keuangan negara senilai Rp94,317 miliar dan tindak pidana pencucian uang sebesar Rp579,776 miliar.
Dalam dakwaan, Ratu Atut selaku Gubernur Banten 2005-2014 disebut mendapat Rp3,859 miliar sedangkan Rano Karno mendapat Rp700 juta dari dugaan korupsi tersebut.
Dalam dakwaan juga disebutkan saat Djadja akan dipromosikan sebagai Kepala Dinas Kesehtan provinsi Banten, Ratu Atut meminta komitmen loyalitas Djadja dengan menandatangani surat pernyataan loyalitas pada 14 Februari 2006 sehingga setiap pengusulan anggaran maupun pelaksanaan proyek-proyek pekerjaan yang ada pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten dikoordinasikan dengan Wawan.
Pemberian uang untuk Atut, menurut Djadja tidak dilakukan dalam sekali pemberian.
"Kalau angka saya lupa pak barang kali ada di situ (BAP) sebab kalau ibu perlu tidak sekaligus, jadi misal ada keperluan apa saya dipanggil, jadi saya lupa mencatatnya. Tapi pernah saya berikan langsung 2 kali, kebanyakan sama staf saya, waktu saya menghadap saya berikan Rp100 juta," jelas Djadja.
Djadja pun mengaku pernah memberikan uang kepada Rano Karno saat Rano masih menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten pada 2012-2014.
"Pernah saya berikan ke Pak Rano Karno karena Pak Rano mengatakan sudah ke Pak Wawan, saya berikan Rp700-an juta lah Pak," tambah Djadja.
Uang itu menurut Djadja juga sudah seizin Wawan.
"Saya berikan sampai lima kali kalau tidak salah. Ada saya langsung ke rumahnya dan kantornya, itu seizin beliau (Wawan) juga," ungkap Djadja.
Pemberian itu dilakukan pada sekitar 2012.
"Tahun 2012 katanya Pak Rano sudah ketemu Pak Wawan di Ritz Charlton saat dia memanggil saya," ungkap Wawan.
Sedangkan uang untuk Ratu Atut besarannya mencapai sekitar Rp3,8 miliar.
"Untuk Ibu kira-kira Rp3,8 miliar," jawab Djadja.
"BAP Anda poin 65, Anda menjelaskan pemberian ke Rano Karno selaku wakil gubernur. Pada tahun 2012 saudara mengatakan ada permintaan Widodo Hadi selaku Kepala Bappeda menelepon kepada saya, Pak Djaja kata Pak Sekda, Dinas kesehatan perlu beri uang untuk mengatasi pengesahan anggaran dewan, mereka minta dinas kesehatan dapat jatah Rp60 juta. Atas permintaan tersebut saudara mengatakan akan menyampaikan ke Ajat Drajat selaku sekretaris dinas selanjutnya pada November 2012 saudara pernah memberikan uang kepada Rano Karno sebesar Rp150 juta yang bersumber dari Dadang Prijatna selaku pihak Tubagus. Kronologinya adalah saya ditelpon Yadi selaku ajudan Rano Karno, Pak Djaja ditanya Pak Wagub kemana saja? Baik pak saya menghadap," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Roy Riady.
"Berikutnya Anda berikan lagi Rp150 juta selanjutnya poin D Anda memberikan Rp50 juta diberikan Rano Karno, saya ditelpon Yadi ajudan Pak Wagub. Ini benar sampai Desember 2012 Anda berikan Rp350 juta?" tanya JPU KPK Roy Riady.
"Ada Rp350 juta," jawab Djadja.
"Anda pernah berikan bersama-sama?" tanya jaksa Roy.
"Saya selalu bersama-sama dengan ajudan dan sopir. Begitu uang dikasihkan oleh perintah Pak Wawan ke Pak Dadang langsung," ungkap Djadja.
Djadja pun mengakui ia menerima uang dari hasil korupsi tersebut. Dalam dakwaan disebutkan Djadja menerima Rp240 juta.
"Insha Allah akan dikembalikan, tapi saya gak tahu berapa jumlahnya, namanya juga dikasih orang," ungkap Djadja.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020