Jakarta (ANTARA News) - Penempatan satu calon legislatif perempuan dalam setiap tiga caleg pada Undang-Undang (UU) Pemilu, merupakan, perlindungan terhadap hak perempuan, demikian Staf Ahli Menteri Dalam Negeri, Agung Mulyana, dalam sidang uji UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu.
Agus Mulyana yang mewakili pemerintah, mencontohkan data keterwakilan perempuan dalam parpol, seperti, di Perancis sebesar 50 persen, Argentina 30 persen, Bangladesh 30 persen, dan Pakistan 33 persen.
"Penempatan satu caleg perempuan merupakan perlindungan terhadap hak perempuan," katanya.
Seperti diketahui, pengujian UU Pemilu itu diajukan pemohon Sholeh (caleg DPRD Jawa Timur Periode 2009-2014 untuk daerah pemilihan satu, Surabaya-Sidoarjo dari PDI-P), Sutjipto (caleg DPR RI dari Partai Demokrat), Septi Notariana (Caeg DPR RI dari Partai Demokrat) dan Jose Dima Satria (calon pemilih 2009).
Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 55 ayat (2) dan Pasal 214 huruf a, b, c, d, e UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Menurut pemohon Pasal 55 UU tersebut memperlihatkan adanya "arogansi" dan "diskriminasi" yang membedakan antara calon legislatif (Caleg) laki-laki dan perempuan.
Pada dasarnya perempuan dan laki-laki mempunyai hak yang sama di depan hukum maupun dalam pemerintahan termasuk juga politik. Tidak dibenarkan di dalam penyusunan daftar nama caleg antara laki-laki dan perempuan dibedakan.
Sementara itu, Pasal 214 huruf a, b, c, d dan e UU tersebut menentukan calon anggota DPR, DPD dan DPRD terpilih ditentukan berdasarkan calon yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 30 persen dari BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) serta jika calon yang memenuhi syarat perolehan suara 30 persen lebih banyak dari jumlah kursi maka kursi diberikan kepada calon yang memiliki nomor urut kecil.
Sebaliknya, jika calon yang memenuhi ketentuan perolehan suara 30 persen kurang sedangkan jumlah kursi banyak maka kursi yang belum terbagi diberikan kepada calon berdasarkan nomor urut.
Ketentuan ini, menurut Pemohon tidak memberikan perlakuan yang sama di depan hukum.
Sementara itu, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), I Gusti Putu Arte, menyatakan, dari Peraturan KPU Nomor 18/2008 tentang Tata Cara Pencalonan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, KPU telah memberi penekanan lebih tajam manakala partai politik tidak memenuhi kuota 30 persen.
"Maka berapapun jumlah minimal yang diserahkan, calon anggota legislatif perempuan itu wajib diletakkan di nomor urut kecil," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008