Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia menerbitkan aturan pembelian valuta asing dengan rupiah kepada Bank untuk menjaga keseimbangan permintaan dan pasokan di pasar valas, mengurangi tekanan berlebihan terhadap nilai tukar rupiah meminimalkan terjadinya spekulasi terhadap rupiah. "Pengaturan ini kita tegaskan tetap berlandaskan pada sistem devisa bebas," kata Deputi Gubernur Senior BI Miranda S Goeltom dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu. Ia menjelaskan pembelian valas oleh pelaku ekonomi selain bank, yaitu nasabah individual, badan hukum Indonesia dan pihak asing yang jumlahnya melebihi 100 ribu dolar AS per bulan diharuskan melaporkan alasan yang mendasari transaksi. "Khusus bagi nasabah individual dan badan hukum Indonesia diwajibkan melampirkan nomor pajak wajib pajak (NPWP)," katanya. Sementara untuk pihak asing, aturan tersebut hanya mengatur pembelian di pasar spot. Ia mencontohkan bila seseorang melakukan pembelian barang dalam bentuk dolar senilai lebih dari 100 ribu dolar AS, maka dia harus memberikan dokumen mengenai hal itu kepada bank. "Misalnya bayar apartemen, atau sebagainya, harus menunjukan dokumennya kepada bank tempat ia membeli valas," katanya. Ia menegaskan, tidak ada keinginan untuk membatasi. "Hanya kita ingin agar pembelian valas tersebut sesuai kebutuhan, tidak menjadi spekulasi," katanya. Menurut dia, aturan yang diterbitkan melalui PBI no 10/28/PBI/2008 tersebut akan diberlakukan mulai Kamis (13/11). Sementara itu pemberian sanksi bagi pelanggar aturan tersebut akan dimulai di atas 1 Desember 2008. "Kita beri waktu penyesuaian," katanya. Ia menambahkan sanksi berupa denda. Menurut dia, aturan tersebut diberlakukan karena situasi saat ini didunia sedang mengalami krisis likuiditas yang ketat karena adanya aliran dana dari berbagai negara ke AS. "Dalam pertemuan di Sao Paolo, 40 gubernur bank sentral menyatakan tidak ada satupun gubernur bank sentral yang menyatakan karena spekulasi, karena memang ada krisis kredit di AS, yang membuat dana lari kesana, keluar karena para investor membutuhkan dana di AS untuk menalangi kerugian," katanya. Sehingga, menurut dia, terjadi kekeringan likuiditas valas (dolar AS) di berbagai negara.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008