Jakarta (ANTARA News) - Guna menyikapi dampak lanjutan krisis finansial global, Indonesia perlu terus melanjutkan upaya memperkuat ketahanan ekonominya, antara lain, dengan meningkatkan intensitas diversifikasi produk dan negara tujuan ekspor, membangun lingkungan investasi yang semakin kondusif dan memperkuat daya serap pasar dalam negeri."Karena itu langkah pembangunan infrastruktur, penegakkan hukum dan reformasi birokrasi yang semakin bercitra bebas korupsi akan sangat diperlukan," ujar ekonom UI Darwin Zahedi Saleh di Jakarta, Rabu.Di lain pihak, ia menambahkan, sikap disiplin nasionalistik dalam mengutamakan penggunaan bahan dan komponen lokal juga harus semakin ditegakkan. Bahkan, menurut Darwin, sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan perdagangan internasional yang sudah disepakati bersama, perlu ditindaklanjuti secara lebih konkret oleh kalangan pengusaha industri yang tergabung dalam berbagai asosiasi. "Langkah yang sudah dimulai di kalangan gabungan pengusaha makanan dan minuman dalam memprioritaskan penggunaan komponen atau bahan lokal adalah suatu langkah maju yang patut diacungi jempol," ujarnya. Lebih lanjut ditegaskannya bahwa sejauh ini berbagai kemajuan sudah dicapai Indonesia dan tolok ukurnya terlihat dari peringkat kemudahan berusaha versi Bank Dunia yang membaik dari 133 ke 123 atau peringkat daya saing Indonesia versi world economic forum di posisi 54 sehingga Indonesia telah masuk kedalam 15 besar negara paling menarik untuk lokasi investasi. Selain itu, posisi country risk Indonesia menurut berbagai lembaga seperti Moody`s, Japan CRA, dan R&I, ujar Darwin, juga terus membaik. "Masyarakat dunia usaha dan pemerintah perlu melanjutkan hasil kerja keras bersama itu," katanya. Darwin juga mengatakan bahwa kecendrungan menggunakan komponen atau produk murah impor, sekalipun sudah bisa dipoduksi didalam negeri sendiri, akan melemahkan basis produksi dan daya beli domestik Indonesia sendiri. "Membanjirnya produk China seharusnya sudah cukup untuk membuat kita sadar akan bahayanya dalam mematikan basis produksi dalam negeri," katanya. Walaupun bangkitnya perekonomian China yang bermuara pada banjirnya produk mereka di berbagai negara itu bukan hanya problem yang dihadapi Indonesia saja, Darwin berpendapat, perlu adanya disiplin dalam membangun ketahanan ekonomi nasional. Karena itu, untuk menghadapi persaingan dunia yang semakin keras di tengah melemahnya pasar-pasar utama ekspor dunia seperti AS, Japang dan Uni Eropa, Indonesia jelas membutuhkan nasionalisme ekonomi. Hal itu adalah sikap yang rasional dan bukan sentimental karena bila bangsa ini hanya bisa membeli dan berdagang produk impor, maka semakin lama kapasitas produktif dalam negeri bakal semakin ciut, terbatas dan memperlemah daya serap lokal. "Tanda-tanda demikian sudah terlihat dalam beberapa tahun ini. Pertumbuhan sektor manufaktur kita terus direvisi, dan di bawah target," ujarnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008