Jakarta (ANTARA News) - Komisi Yudisial (KY) telah menerima sebanyak lebih dari 4.700 pengaduan dari warga masyarakat tentang berbagai keputusan pengadilan yang dirasakan sejumlah warga tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat. "Terakhir saya periksa, kami sudah menerima 4.731 laporan dari masyarakat, mungkin sekarang jumlahnya sudah bertambah," kata Ketua KY Busyro Muqoddas di Jakarta, Selasa. Sedangkan dari sejumlah hakim yang telah diperiksa KY, ujar dia, sebanyak 27 hakim yang dianggap melanggar telah diajukan ke Mahkamah Agung. Namun, lanjutnya, hingga kini masih belum ada tindakan yang dilakukan oleh MA bahkan konon ada di antara para hakim tersebut yang telah mendapat promosi jabatan. Busyro menyadari bahwa lembaga yang dipimpinnya relatif tidak punya "gigi" untuk melakukan pengawasan antara lain karena belum disahkannya Undang-Undang KY yang kini sedang digodok DPR. Untuk memperkuat KY, ujar dia, pihaknya telah membangun jaringan dengan sejumlah ormas di berbagai daerah yang bermanfaat antara lain dalam memberikan masukan tentang sejumlah calon hakim agung yang diajukan ke DPR.Progresif Sedangkan agar jumlah pengaduan dari masyarakat tidak semakin bertambah, Busyro menginginkan para hakim untuk berpikir secara progresif agar menghasilkan keputusan yang berkualitas. "Badan peradilan memerlukan hakim-hakim yang benar-benar bersih, transparan, dan dengan intelektualisme yang progresif, bukan hakim yang berpikiran jumud atau konservatif," katanya. Ia memaparkan, kejumudan dalam pemikiran hukum di Indonesia juga memperkuat bentuk "judicial corruption" (mafia peradilan) yang berdampak destruktif bagi sektor penegakan hukum. Busyro juga menuturkan bahwa terdapat beberapa ciri khusus yang bisa dikenali bagi hakim yang terindikasi terlibat dalam jaringan mafia peradilan. Ciri-ciri tersebut, ujar dia, adalah memanipulasi fakta dan doktrin hukum, memanipulasi makna substantif dari sebuah peraturan perundangan, kerap menunda-nunda persidangan, dan tidak menerapkan mekanisme hukum acara pengadilan secara tertib. Ia mengutarakan harapannya agar hakim yang telah ditempa berdasarkan moral akademik jangan sampai melakukan demoralisasi dengan terlibat mafia peradilan. (*)
Copyright © ANTARA 2008