Kapolres Agam AKBP Dwi Nur Setiawan didampingi Kasat Reskrim Polres Agam AKP Fahrel Haris, di Lubukbasung, Sabtu, mengatakan burung enggang itu diamankan di rumahnya di Koto Panjang, Jorong Koto Panjang, Nagari Tanjung Sani, Kecamatan Tanjungraya, Ju

Lubukbasung, Sumbar (ANTARA) - Usai menembak rekannya dengan senapan angin, S (62) warga Koto Panjang, Jorong Koto Panjang, Nagari Tanjung Sani, Kecamatan Tanjungraya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat harus menghadapi persoalan hukum lain, yaitu mengoleksi satwa dilindungi berupa satu ekor enggang jambul atau Berenicornis comatus dalam keadaan mati karena sudah diawetkan.

Kapolres Agam AKBP Dwi Nur Setiawan didampingi Kasat Reskrim Polres Agam AKP Fahrel Haris, di Lubukbasung, Sabtu, mengatakan burung enggang itu diamankan di rumahnya di Koto Panjang, Jorong Koto Panjang, Nagari Tanjung Sani, Kecamatan Tanjungraya, Jumat (3/1) malam.

"Enggang itu kami amankan saat tergantung di pintu angin rumahnya dan burung itu dalam kondisi mati setelah diawetkan," katanya pula.

Ia mengatakan satwa liar yang dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya itu ditemukan saat anggota melakukan penggeledahan di rumah tersangka pada Jumat (3/1) malam.
Baca juga: Cenderawasih serahan pesantren dititipkan ke Taman Satwa Cikembulan

Penggeledahan itu terkait kasus penganiayaan yang dilakukan S terhadap Amir (60) di lahan kopi miliknya pada Jumat (3/1) sekitar pukul 15.00 WIB.

Saat melakukan penggeledahan, anggota menemukan satu ekor enggang jambul dalam keadaan mati yang sudah diawetkan selama satu tahun.

Setelah itu, anggota langsung melakukan koordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Agam untuk memastikan apakah satwa ini dilindungi.

"Dari keterangan Pengendali Ekosistem Hutan BKSDA Agam, burung itu merupakan satwa dilindungi. Tersangka beserta barang bukti telah kami amankan di Mapolres Agam," katanya pula.

Atas perbuatannya, pelaku diancam dengan pasal 21 ayat 2 huruf b jo pasal 40 ayat 2 Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dengan kurungan lima tahun penjara dan denda Rp100 juta.

Ke depan, pihaknya akan melakukan kerja sama dengan BKSDA setempat untuk melakukan operasi terkait warga yang memelihara satwa dilindungi dan warga berburu satwa itu.
Baca juga: Polda Riau selamatkan empat bayi singa Afrika

Pengendali Ekosistem Hutan BKSDA Resor Agam, Ade Putra menambahkan burung enggang jambul itu dengan usia lebih lima tahun berjenis kelamin jantan.

Lokasi ditemukan satwa itu berada dalam kawasan hutan Cagar Alam Maninjau.

"Lokasi ditemukannya satwa tersebut terdapat dalam Cagar Alam Maninjau," katanya pula.

Enggang jambul atau Berenicornis comatus adalah jenis satwa dilindungi dan merupakan satwa penyebar bibit terbaik dari buah pepohonan dalam hutan, sehingga keberadaan satwa ini sangat penting dalam proses suksesi alami ekosistem hutan.

Enggang jambul tersebar di beberapa hutan tropis Asia Tenggara seperti Myanmar, Thailand, Malaysia, Brunei Darusalam, India, dan Indonesia. Khusus di Indonesia meliputi Sumatera dan Kalimantan.

Ciri yang paling mudah dikenali dari enggang jambul adalah memiliki bulu-bulu berwarna putih yang terangkat di atas kepalanya dan mengarah ke depan seperti, jambul, baik pada jantan maupun betina, panjang tubuhnya sekitar 75-80 sentimeter.
Baca juga: BKSDA Jabar angkut dua satwa dilindungi dari pasar hewan Cirebon

Sedangkan warna punggung hitam, sayap berwarna hitam, sayap pada bagian ujung berwarna putih, kaki berwarna hitam dan paruh berwarna abu-abu.

Enggang jantan dan betina dapat dibedakan dari warna lehernya. Untuk betina berwarna hitam dan jantan berwarna putih. Ketika mereka terancam, mereka akan membentangkan sayap dan bulu ekor, sambil menggerakkan paruhnya naik turun.

"Burung enggan berperilaku hidup yang unik, dimana hidup saling berpasangan dan saling ketergantungan satu sama lain. Apabila satu ekor mati, maka sama dengan kematian dua ekor enggang," katanya lagi.

Pewarta: Altas Maulana/Yusrizal
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020