Dalam Mengatasi Dampak Krisis Keuangan Internasional Sao Paulo, 11/11 (ANTARA) - Pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral Negara-negara G 20 yang berakhir kemarin setujui sejumlah kesepakatan dan rancangan keputusan penting menangani krisis keuangan global yang akan dibahas dalam KTT G 20 di Washington DC tanggal 15 November 2008. Salah satu kesepakatan yang disetujui itu adalah usulan Indonesia mengenai pembentukan mekanisme dukungan pembangunan bagi Negara-negara berkembang dalam mengatasi krisis keuangan internasional. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang hadir pada pertemuan itu mengatakan: "Anggota G20 mendukung usulan Indonesia mengenai mekanisme support bagi pendanaan pembangunan di emerging markets yang berfundamental baik namun terkena imbas dari tidak berfungsinya pasar akibat dampak krisis keuangan". Menteri Sri Mulyani juga menjelaskan langkah-langkah lain yang disepakati dalam pertemuan itu, yaitu pentingnya mengembalikan kepercayaan pasar terhadap sistem keuangan, upaya-upaya bersama mengatasi kelangkaan likuiditas internasional, reformasi arsitektur keuangan global yang lebih mencerminkan keterwakilan Negara-negara berkembang serta mekanisme pengawasan yang lebih baik bagi sector keuangan. Forum G-20 dibentuk tahun 1999 sebagai forum dialog Negara-negara maju dan Negara-negara berkembang yang penting (emerging markets) mengatasi dampak krisis keuangan Asia akhir tahun 1990-an, di mana anggotanya terdiri dari Negara-negara terpenting dalam sistem ekonomi dan keuangan global yang memegang peran kepemimpinan di kawasannya masing-masing. Anggota G20 mewakili 85% PDB dunia, 2/3 populasi global serta lebih dari 80% kepemilikan saham dari WB dan IMF. Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota ASEAN di G20. Hasil G 20 di Sao Paulo Pertemuan G 20 kali ini memfokuskan pada pembahasan krisis keuangan global dan respon otoritas moneter dan keuangan untuk mengatasinya. Dalam pertemuan kali ini, Menteri Keuangan Indonesia bersama-sama dengan Presiden Bank Dunia - menjadi pembicara utama pada sesi mengenai respon kebijakan fiskal dalam menangani krisis keuangan. G20 sepakat bahwa krisis keuangan saat ini diakibatkan oleh risk taking yang berlebihan, praktek pengelolaan risiko pasar keuangan yang kurang bertanggung jawab, kebijakan moneter yang menyebabkan terjadinya global imbalances, serta lemahnya regulasi dan pengawasan di beberapa Negara maju. Untuk itu, perlu kerjasama di antara anggota G20 untuk melakukan penanganan krisis secara cepat dan terarah, tidak hanya untuk mengembalikan kepercayaan pasar, namun juga guna memperbaiki stabilitas keuangan dan menormalisasi pertumbuhan ekonomi global. G20 sepakat bahwa penanganan krisis harus diimbangi dengan upaya memitigasi dampak sosial khususnya di emerging markets dan low income countries. Terkait dengan perbaikan sistem keuangan, G20 mendorong dilakukannya upaya di tingkat domestik maupun internasional, untuk meningkatkan regulasi dan pengawasan terhadap lembaga keuangan dan aktor keuangan sistemik lainnya termasuk credit rating agencies. G20 sepakat bahwa institusi keuangan perlu menciptakan insentif untuk mendorong stabilitas. Otoritas keuangan harus mengambil langkah tegas untuk mencegah praktek risk taking yang berlebihan, dan hal itu harus dilakukan secara terkoordinasi antara Negara. Negara-negara G20 setuju dengan pandangan Indonesia dan mengadopsinya ke dalam komunike G20 yaitu bahwa krisis kali ini menyebabkan tidak berfungsinya pasar ekuitas dan kredit internasional yang menyebabkan kesulitan pendanaan bagi emerging markets. Hal itu diperparah oleh terjadinya trend capital inflow ke negara maju akibat rekapitalisasi sektor keuangan mereka terlepas dari segala permasalahan yang terjadi di Negara mereka. Akibatnya developing countries khususnya emerging markets mengalami ketidakadilan karena walaupun mereka sudah memiliki fundamental ekonomi dan kerangka kebijakan yang baik, namun tetap saja terkena imbas krisis keuangan dalam bentuk kesulitan pendanaan pembangunan yang bukan disebabkan oleh kesalahan emerging markets. Menteri Keuangan menyampaikan ke G20 bahwa kondisi makro Indonesia masih cukup baik terlepas dari dampak krisis akibat reformasi sistem keuangan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2008 masih di atas 6% walaupun tahun depan diperkirakan dapat turun menjadi sekitar 5%. Rasio Debt to GDP Indonesia saat ini hanya sebesar 30%, sementara rasio pendanaan luar negeri hanya sebesar 20%. Realisasi deficit APBN 2008 turun drastis dari 2,1% menjadi 1,3% dan bahkan tahun 2009 diperkirakan defisit APBN akan terus turun menjadi hanya sekitar 1%. Namun Indonesia menyadari bahwa tidak semua developing countries memiliki resilience seperti Indonesia sehingga Indonesia mengusulkan perlunya inisiatif internasional untuk memberikan dukungan pendanaan bagi developing countries khususnya emerging markets guna meminimalisir dampak krisis terhadap kemampuan pendanaan bagi program-program pembangunan dan MDGs. Usulan Indonesia ini mendapatkan dukungan luas dari G20 dan diadopsi dalam komunike G20. Terkait dengan arsitektur keuangan internasional, G20 menyepakati perlunya mereformasi Bretton Woods Institutions secara menyeluruh, agar lebih mencerminkan konstelasi ekonomi dan keuangan global saat ini di mana peran emerging markets semakin signifikan. G20 juga memberi mandat kepada World Bank dan bank pembangunan lainnya untuk meningkatkan kapasitas lending-nya, dan menugaskan IMF untuk mereformasi prosedur lending dengan menciptakan instrumen likuiditas yang dapat dicairkan secara cepat dan tanpa persyaratan bagi negara yang memiliki track records kebijakan yang baik. Di sela-sela pertemuan G20, Menteri Keuangan juga mengadakan pertemuan bilateral dengan Australia, China, Jepang, Perancis, UK, dan US, serta World Bank dan IMF, guna menyamakan pandangan mengenai upaya penanganan krisis keuangan, upaya mereformasi sistem keuangan global dan upaya mendapatkan dukungan internasional bagi program pembangunan khususnya di bidang infrastruktur dan pengentasan kemiskinan di Indonesia. Setelah pertemuan G20, Menteri Keuangan akan ke Washington D.C. mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghadiri KTT G20 membahas penanganan krisis keuangan internasional. Catatan: Informasi lebih lanjut mengenai G20 dapat diakses di www.g20.org atau menghubungi Pusat Kerja Sama Internasional, Badan Kebijakan Fiskal, Departemen Keuangan (021-3808393, 021-3451128).
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2008