Jakarta, (ANTARA News)- Pengamat pasar uang, Edwin Sinaga mengatakan, Bank Indonesia (BI) pada akhir tahun ini diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) dalam upaya menjaga nilai tukar rupiah yang makin terpuruk."Upaya BI ini agar stabilitas rupiah tetap terjaga, karena cadangan devisa yang dimiliki BI dalam beberapa bulan terakhir ini makin tergerus akibat aksi intervensinya di pasar," kata pengamat itu di Jakarta, Selasa.Edwin Sinaga yang juga Direktur Utama Financ Corpindo mengatakan, BI khawatir aksi intervensi tersebut akan terus menurunkan cadangan devisa, karena itu dicari alternatif lain yang akan dapat menahan gejolak pelaku asing yang terus membeli dolar AS.BI akan tetap melakukan intervensinya namun dalam hal tertentu saja, apabila rupiah mengalami keterpurukan sangat besar, ucapnya.BI, menurut dia lebih baik menaikkan suku bunganya sebesar 2 persen daripada hanya 25 basis poin setiap bulan yang hasilnya kurang menguntungkan bagi rupiah.Meski dunia usaha akan memprotesnya, namun upaya ini dilakukan untuk tetap menjaga pertumbuhan ekonomi berjalan dengan baik yang mendorong investasi asing akan semakin meningkat, ucapnya.Pelaku asing saat ini menarik dananya dari "emerging market", karena khawatir akan makin merugi kalau dana tersebut tidak ditarik dengan segera, katanya.Karena itu, lanjut dia, dengan kenaikan suku bunga sebesar 2 persen maka pelaku asing akan kembali menempatkan dananya di pasar uang maupun di pasar saham."Akibatnya, pertumbuhan ekonomi akan semakin membaik, karena pasar saham dan uang bergairah, aktifitas pasar berjalan sebagaimana mestinya," kata Sinaga.Ketika ditanya mengenai kasus Bank Indover, menurut dia hal itu merupakan pemicu bagi investor asing atas ketidakpercayaannya terhadap Indonesia."Hal ini juga akan makin memperkeruh keadaan, bahwa Indonesia sedang mengalami kesulitan dana karena sejumlah bank BUMN banyak menempatkannya dananya di bank tersebut," katanya.Pemerintah saat ini menurut dia harus mampu meningkatkan ekspor minimal sama dengan tahun lalu dan membatasi impornya."Karena dikhawatirkan gejolak krisis keuangan global masih terjadi dalam dua tahun kedepan. Kalau ini tidak bisa dilakukan dikhawatirkan pertumbuhan ekonomi akan semakin berat," ucapnya. (*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008