Faktor lain yang menjadi penyebab timbulnya banjir dan tanah longsor yaitu dilihat dari pengaruh sistem drainase air di suatu daerah. Situasi kepadatan penduduk seperti di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung menjadi daerah rawan banjir.Denpasar (ANTARA) - Bidang Data dan Informasi Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar, Iman Faturahman mengatakan bahwa curah hujan lebat dengan intensitas tinggi dan durasi panjang bisa berpotensi menimbulkan tanah longsor dan banjir.
"Potensi banjir dan tanah longsor, penyebabnya selain curah hujan yang lebat, ada juga karena lamanya hujan misalnya lagi hujan sedang terus - terusan atau bisa seharian 24 jam itu juga bisa jadi faktornya,"kata Iman Faturahman di Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan ada faktor lain yang menjadi penyebab timbulnya banjir dan tanah longsor yaitu dilihat dari pengaruh sistem drainase air di suatu daerah. Salah satunya, situasi kepadatan penduduk seperti Kota Denpasar dan Kabupaten Badung menjadi daerah rawan banjir.
Baca juga: Akademisi: Waspadai potensi longsor pada lereng curam
"Hal ini disebabkan karena aliran airnya terhalangi oleh sistem perkabelan atau sampah yang membuat saluran menjadi terhambat dan saluran air tidak lancar," ucapnya.
Kata dia, bisa juga terjadi karena kapasitas dari daerah resapan yang tidak sanggup menahan lebatnya hujan.
Ia menjelaskan beberapa daerah dengan tingkat kemiringan yang curam harus mewaspadai terjadinya tanah longsor. Utamanya bagi daerah yang memiliki sejarah yaitu pernah terjadi tanah longsor. Hal ini dapat diantisipasi dengan membuat saluran air untuk mengalirkan air lebih cepat.
"Kalau longsor itu kan ketika hujan terserap tanah dan menjadi beban berat di tanahnya, adanya proses penyerapan tadi sehingga menimbulkan longsoran tapi kalau airnya tidak terserap semuanya dan teralirkan maka peluang longsornya kecil," jelasnya.
Baca juga: BPBA ajak warga bangun kesiagaan potensi banjir dan longsor
Selain itu, menurut Anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia Pengurus Daerah (IAGI Pengda) Bali Ida Bagus Ari Candhana mengatakan, wilayah di Bali yang rawan terjadi tanah longsor dapat dilihat melalui peta prakiraan gerakan tanah di Provinsi Bali dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) RI.
Berdasarkan peta prakiraan, wilayah Bali terbagi atas zona potensi rendah, zona potensi menengah dan zona potensi tinggi. "Saat musim penghujan yang perlu kita waspadai adalah zona kerentanan pergerakan tanah yang tinggi," katanya.
Ia mengatakan terjadinya tanah longsor pada zona kerentanan tinggi lebih sering ditemukan di daerah yang memiliki lereng-lereng curam, salah satunya di wilayah Kintamani, Bangli.
"Tanah longsor terjadi apabila gaya pendorong pada lereng lebih besar dari pada gaya penahan, nah gaya penahan biasanya dipengaruhi dari kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Kalau gaya pendorong dipengaruhi dari besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan,"katanya.
Baca juga: BMKG pantau dan waspadai 3 bibit siklon tropis
Ia menambahkan penyebab tanah longsor bisa terjadi karena alam dan manusia. Menurutnya, kalau pengaruh alam itu berasal dari hujan, lereng yang terlalu terjal, tanah yang kurang padat dan tebal, serta batuan kurang kuat menopang.
Sedangkan kalau tanah longsor yang disebabkan manusia yaitu adanya kegiatan pemotongan lereng yang terlalu terjal, penimbunan tanah di daerah lereng, dan penggundulan hutan.
"Bisa juga karena aktivitas masyarakat dalam membudidaya kolam ikan diatas lereng, dan tidak memperhatikan sistem pertaniannya, mulai dari kondisi irigasi yang aman dan sistem drainase bagian lereng yang tidak baik," ucapnya.
Pihaknya mengimbau agar masyarakat tidak melakukan aktivitas budidaya kolam ikan dan mencetak sawah pada bagian atas lereng, tidak melakukan penggalian dibawah lereng terjal, tidak menebang pohon, dan tidak membangun pemukiman dibagian bawah lereng yang terjal.
Baca juga: Pemkab lakukan kajian potensi tanah longsor Bukit Menoreh
Pewarta: Ayu Khania Pranishita
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020